Taufiqulhadi mengatakan, DPR, khususnya Komisi III, punya hubungan yang akrab dengan Polri. Karakter antara Polri dan KPK yang membuat DPR menerapkan sikap beda terhadap dua institusi tersebut.
"Mungkin ada karakter yang berbeda antara kepolisian dengan KPK. KPK mungkin sebuah lembaga yang berbeda menempatkan dirinya," kata Taufiqulhadi di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (22/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya karena komunikasinya selama ini dengan pimpinan Komisi III, personal Komisi III bisa baik, teleponan. Dengan KPK, kami tidak bisa seperti itu karena mungkin ada hal yang mungkin mereka menganggap bukan sesuatu yang perlu dikomunikasikan,"ujar Taufiqulhadi.
"Bahkan, dulu pimpinan KPK kalau diundang ke Komisi III, makan juga bahkan tidak mau makan karena mereka merasa harus menjaga jarak. Itu sesuatu yang berbeda," imbuhnya.
Karena karakter KPK yang seperti itu, DPR tak bisa bersikap hangat kepada lembaga antirasuah tersebut. Soalnya, belum tentu sikap DPR mendapat balasan setimpal.
"Tidak bisa sepihak DPR bersikap warm gitu, hangat. Belum tentu itu akan disikapi oleh KPK. Jadi, kami tidak bisa berandai-andai dengan KPK," jelas Taufiqulhadi.
Kembali ke soal wacana pembekuan anggaran dua lembaga tersebut. Taufiqulhadi mengatakan Polri telah membuka upaya dialog dengan mengutus Wakapolri Komjen Syafruddin untuk mendiskusikan soal penjemputan paksa Miryam S Haryani. Sementara KPK sama sekali belum bertindak.
"Yang akan kami bicarakan nanti adalah sebuah pendapat sebagai way out yang dilontarkan Kapolri terhadap persoalan tersebut. Bukan berbicara tentang bagaimana menutup, bagaimana menghambat anggaran tersebut, tidak kami bicarakan itu. Pak Kapolri sudah membuka peluang untuk kita bicara," papar dia. (gbr/fdn)











































