"Ada lagi full day. Nggak pakai night, day saja yang full. Ada juga yang reguler, biasa, yang 6 hari sekolah. Tapi yang penting goal-nya itu. Kan yang dipolemikkan itu urusan pembentukan karakter," ujar M Nuh saat ditemui di Jl Teuku Umar No 5, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2017).
Menurutnya, masih ada hal yang perlu dikaji soal usulan penerapan sekolah 8 jam selama 5 hari ini. M Nuh memandang kebutuhan infrastruktur masih belum memadai untuk penerapan kebijakan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makan siang siapa yang sediain? Oke, bawa sendiri atau beli di kantin. Kantin harus ada. Mau salat? Masjid harus ada. Jadi artinya, dari sisi infrastruktur harus disiapkan dengan baik," paparnya.
M Nuh juga mengkritisi soal penggabungan akademik dengan sekolah diniyah. Menurutnya, sah saja menggabungkan sekolah diniyah dengan sekolah umum, namun harus diperhitungkan dengan matang.
"Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa madrasah diniyah itu bisa diintegrasikan dengan sekolah umum. Sehingga ini geser, ini tetap jadi, kan nggak apa-apa," ucapnya.
"Untuk mengintegrasikan itu tidak mudah. Sistemnya harus compare. Guru juga. Guru itu mereka yang harus S-1. Guru-guru diniyah apakah sudah S-1 semua? Kalau belum berstatus guru, apakah boleh digaji?" sambungnya.
M Nuh menyarankan agar hukum yang memayungi peraturan tersebut bukan hanya di permendikbud. Tetapi juga ada peraturan menteri dengan Kementerian Agama.
"Kalau saya sih sarankan kemarin itu jangan hanya permendikbud, tetapi peraturan menteri bersama dengan Kemenag. Karena ada lembaga yang di bawah kewenangan Kemenag. Madrasah kan juga Kemenag. Ini kayaknya ini mau dinaikkan ke perpres. Betul, perpres sudah bisa meng-cover lintas kementerian," tuturnya. (irm/idh)











































