Mega menjelaskan momen tersebut dialaminya saat Bung Karno dilengserkan dari kursi RI-1 kala itu. Bung Karno dituding mendukung dan melindungi pemberontakan terhadap negara.
"Karena memang politik, ada sebuah proses de-Sukarnoisasi. Apa yang berbau Bung Karno harus ditenggelamkan. Foto saja mesti diturunkan, kalau tidak, tidak bisa makan," ungkap Mega dalam acara peringatan wafat (haul) Bung Karno di gedung MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu simbol kenyataan di kalangan rakyat terjadi. Yang jadi persoalan, di pikiran, di dalam jiwa kita, itu dikatakan benar sehingga mendatangkan ketakutan, jangan coba sebut nama. Itu tabu," sebut Mega.
Hingga akhirnya Mega mengalami suatu momen yang waktu itu sangat mempengaruhi pikirannya. Kala itu tahun 1993, Mega memberikan kuliah di Sesko ABRI di Bandung sebagai Ketum PDIP.
"Ketika pimpinan (Sesko ABRI) bilang ada tanya-jawab, saya pikir persoalan partai saya, semuanya diam. Saya bilang ke pimpinan, kalau tak ada yang nanya, biarkan. Tapi ada perwira angkat tangan bilang, 'Bolehkah saya bertanya kepada Ibu. Pertanyaan saya lain,'" Mega menceritakan pengalamannya itu.
Perwira tersebut lantas bertanya di luar konteks kepartaian PDIP. Pertanyaan perwira tersebut membuat Mega kaget bukan main.
"Bagaimana menurut Ibu orang yang bernama Sukarno? Apakah dia seorang pengkhianat," kata Mega menirukan pertanyaan perwira tersebut.
"Saya betul-betul kaget, kan itu perwira to, paling tidak. Saya pikir, apa saya jawab sebagai ketua partai, warga negara, atau anak beliau," ucap Mega menjelaskan isi hatinya kala itu.
Singkat cerita, akhirnya Mega menjawab pertanyaan tersebut. Mega melepas jaket kepartaiannya, lalu lantang membantah pertanyaan perwira itu.
"Saya Megawati Soekarnoputri, anak Bung Karno, saya tahu persis ayah saya bukanlah pengkhianat bangsa!" tegas Mega.
Suasana forum pun menjadi sunyi saat Mega menjawab pertanyaan si perwira. Acara pun selesai dengan Mega beranjak pergi.
Namun ada kejadian tak terduga saat Mega hendak meninggalkan lokasi acara. Para peserta kemudian mengerubungi Mega.
"Setelah selesai, semua mengerubung saya. Dia datang minta maaf. Saya bilang minta maaf ke Proklamator," jelas Mega.
Mega lalu berpesan kepada para peserta. Jadi pribadi harus mandiri, jangan mau dititipi pertanyaan-pertanyaan yang tak mau ditanyakan.
"Bung Karno mau ditiadakan ya monggo. Tapi saya pribadi, saya yakin nama itu tak akan pernah hilang dari sejarah bangsa. Kenapa? Beliau bukan milik bangsa Indonesia saja. Mengapa kita bangsa Indonesia mengerdilkan diri padahal beliau diakui dengan KAA, Konferensi Nonblok," papar Mega.
Singkat cerita, sekarang tak ada lagi yang namanya de-Sukarnoisasi. Presiden Joko Widodo pun telah jelas mengatur soal hari lahir Pancasila.
"Presiden Jokowi akhirnya meluluskan, bertahun-tahun kami PDIP meminta 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila. Ya, untung akhirnya ada juga presiden yang berani," tutup Mega. (gbr/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini