"Peran istri apakah ikut atur proyek, dalam kasus ini jadi masih didalami. Di kasus ini, istri gubernur hanya sebagai perantara yang diminta oleh suaminya untuk menerima fee," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (21/6/2017).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut keterangan dalam pemeriksaan awal masih berubah-ubah. Namun KPK mengantongi bukti mengenai peran Lily terkait dengan kasus ini.
"Yang kita ambil keterangannya adalah masih ada terjadi keterangan-keterangan yang berubah, tapi kita punya bukti bahwa sang istri memegang peranan, tapi diketahui juga oleh suaminya," ujar Saut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diduga pemberian uang terkait fee proyek yang dimenangkan PT SMS dari komitmen 10 persen per proyek yang harus diberikan kepada Gubernur Bengkulu melalui istrinya. Dari 2 proyek yang dimenangkan PT SMS, dijanjikan akan mendapatkan fee sejumlah Rp 4,7 miliar setelah dipotong pajak," ujar Alexander.
Dari total fee yang dijanjikan, Jhoni sudah memberikan Rp 1 miliar. Uang ini diserahkan Jhoni melalui Rico Dian Sari sebagai perantara. Uang diserahkan langsung Rico ke Ridwan pada Selasa (20/6) pagi.
Duit fee yang diterima Gubernur Bengkulu ini terkait dengan proyek pembangunan peningkatan Jalan Muara Aman, Rejang Lebong, dengan nilai proyek Rp 37 miliar serta proyek pembangunan peningkatan Jalan Curup, Rejang Lebong, dengan nilai proyek Rp 16 miliar.
KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka penerima, yakni Ridwan Mukti, Lily Martiani Maddari, dan Rico Dian Sari. Ketiganya disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Sedangkan tersangka pemberi uang suap, yakni Direktur PT SMS, Jhoni, disangkakan dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. (nif/fdn)











































