"Sebenarnya bukan karena bahayanya ini ya, saya melihat potensi radikalisme," ujar Nasir di kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2017).
"Ini sejak 1980. Saya pada saat itu ikut pergerakan mahasiswa atau memang ada sumbatan-sumbatan dikira kalau pemerintah itu sangat takut adanya mahasiswa yang kritis begitu, padahal menurut saya nggak," imbuhnya.
Upaya pencegahan paham radikalisme di kalangan mahasiswa, dikatakan Nasir, perlu dilakukan. Agar tidak terjadi konflik seperti di negara-negara Timur Tengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasir mengimbau masyarakat dan perguruan tinggi merangkul semua kelompok mahasiswa. Hal itu perlu dilakukan agar mereka tidak terpengaruh oleh paham radikal. Ia juga menekankan pentingnya menjaga empat pilar bangsa (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI) serta daya saing bangsa agar tetap berjalan.
"Bagi saya, ini adalah bagian anak bangsa ya, yang harus kita pelihara juga, harus kita bina juga, harus kita dampingi juga. Jangan sampai menjadi satu kelompok yang radikal juga. Itu mahasiswa harus kita rangkul bersama. Nanti kalau sudah kita rangkul, kita pikirkan bersama. Jangan sampai melakukan nasionalisme tapi daya saingnya jatuh," tuturnya. (lkw/nkn)