Ancol pada 1960-an tak ada miripnya dengan Disneyland. Dalam bukunya, Ciputra Quantum Leap, pengusaha properti itu mengibaratkan Disneyland sebagai emas tulen, sementara Ancol tak ada beda dengan besi rongsokan.
Ancol saat itu merupakan daerah berawa-rawa dan hutan belukar. Hanya ada permukiman liar di dekat muara kanal yang dihuni segelintir nelayan. Serta satu kelenteng yang sekarang bernama Kelenteng Bahtera Bhakti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saking sepinya kawasan tersebut, kelenteng itu pernah menjadi sasaran perampokan. "Pada 1950-an ramai berita duel penjaga kelenteng dengan beberapa perampok bersenjata golok. Perampoknya kabur," ujar sejarawan dari Yayasan Bung Karno, Rushdy Hoesein, kepada detikX.
"Penguasa" Ancol saat itu adalah kawanan kera yang dipimpin kera bertubuh besar. Penjudi-penjudi dari Jakarta kadang datang ke Ancol untuk mencari raja kera yang dinamai Mbah Kondor. "Mereka minta petunjuk nomor untuk dipasang," kata Rushdy sambil tertawa.
Berita selengkapnya dapat Anda baca di sini: (sap/irw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini