"Kalau itu (madrasah bangkrut, red) dikhawatirkan, ya seharusnya Muhammadiyah yang paling awal cemas. Tapi kami tidak. Muhammadiyah punya 24 ribu TK/ABA, 15.500 SD-sekolah menengah termasuk madrasah, belum juga dinniyah informal," kata Haedar di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kartasura, Sukoharjo, Senin (19/6/2017) malam.
Berlakunya sekolah lima hari akan menambah waktu sekolah menjadi 8 jam sehari. Padahal madrasah dinniyah biasanya diikuti oleh anak-anak pada sore hari seusai sekolah. Menurut Haedar 8 jam di sekolah tetap dapat diintegrasikan dengan pendidikan agama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah bidang Tarjih dan Tabligh, Yunahar Ilyas, menilai madrasah dinniyah yang dimulai pada sore hari berstatus layaknya kursus. Artinya pemerintah tidak boleh mengesampingkan perombakan sistem pendidikan hanya karena madrasah tersebut.
"Sebenarnya statusnya, mohon maaf, madrasah dinniyah sore itu hanya kursus saja. Nanti kursus bahasa Inggris, matematika, dan lainnya yang mulai jam 14.00 juga menolak juga gara-gara Mendikbud. Itu namanya enggak fair, enggak ilmiah itu penolakannya," ujarnya.
Dia melanjutkan, ada berbagai jenis sekolah yang dapat dipilihkan orang tua untuk anaknya. Kebutuhan masing-masing orang secara otomatis menjadi pertimbangan untuk memilih jenis sekolah yang sesuai.
"Mau masukkan anaknya ke SD, SMP, SMA/SMK atau MI, MTs, MA. Dua-duanya dimulai pagi. Bahkan MA sudah ada juga yang full day. Pesantren juga sudah banyak menerapkan sistem MTs, belajarnya pagi sampai sore," ujar dia. (aud/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini