Surat itu pun dibacakan oleh Wakil Ketua Pansus Angket Taufiqulhadi. Salah satu poin dari surat itu memicu reaksi keras dari para anggota pansus. Apa isinya?
"Menurut pendapat KPK, upaya menghadirkan tersangka Miryam S Haryani dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun tak langsung dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau obstruction of justice (vide pasal 21 UU nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001) dan tersangka Miryam S Haryani saat ini sedang menjadi tahanan KPK," kata Taufiqulhadi membacakan poin ke dua dalam surat tersebut dalam rapat di DPR, Senin (19/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Anto, panggilan Indriyanto, pernah menyampaikan bila rekaman pemeriksaan Miryam merupakan wewenang KPK dan sifatnya tertutup. Prof Anto menilai upaya DPR dengan mengajukan angket malah bisa disebut sebagai pelanggaran hukum atas berjalannya sistem peradilan pidana.
"Justru kehendak DPR dengan hak angket untuk membuka rekaman Miryam adalah contempt ex facie sebagai bentuk pelanggaran hukum atas berjalannya sistem peradilan pidana, karena itu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menempatkan bab khusus yang terkait contempt of court, antara lain Pasal 21 (obstruction of justice) dan Pasal 22 (pemberian keterangan tidak benar atau palsu). Bagi saya, perbuatan DPR dengan dalih hak angket terhadap suatu kasus yang sedang berjalan adalah bentuk obstruction of justice," papar Indriyanto, yang juga mengajar di Universitas Indonesia (UI), dalam keterangannya, Sabtu (29/4).
![]() |
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini