Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyebut tindakan penarikan produk mi instan diduga haram tersebut sebagai salah satu upaya perlindungan konsumen yang memang semestinya rutin dilakukan. Meski demikian, Saleh memandang produk tersebut dapat dijual di Indonesia dengan catatan.
"Sebetulnya, kalau ada merek yang mengatakan bahwa mi-mi itu mengandung babi, tetap saja boleh dijual, tentu konsumennya adalah non-muslim. Tapi kalau tidak ada labelnya, ini menjadi masalah sebab bisa saja dibeli dan dikonsumsi orang Islam. Ada ketidakjujuran yang dilakukan oleh importirnya," jelas Saleh melalui pesan singkat, Minggu (18/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu mengeluarkan izin, apakah BPOM tidak mengecek ini? Mestinya soal kandungannya juga harus diperiksa. Kenapa setelah masuk ke Indonesia baru kemudian ada temuan seperti ini?" tanyanya heran.
Saleh menjelaskan sebelum izin impor diperoleh oleh produsen, biasanya impotir terlebih dahulu meminta izin kepada berbagai instansi terkait, termasuk kepada BPOM untuk melihat tingkat keamanan pangan. Dia lantas menuntut BPOM untuk menjelaskan soal ini.
"Apresiasi kita pada BPOM tidak mengurangi upaya kita untuk mengoreksi berbagai hal yang dianggap tidak benar. Ini harus betul-betul menjadi perhatian BPOM. Perlu ada penjelasan resmi dari BPOM," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, BPOM meminta penarikan produk mie asal korea karena mengandung fragmen DNA babi. Ada empat produk.
Produk mie itu di antaranya Samyang (mie instan U-Dong), Samyang (mie instan rasa Kimchi), Nongshim (mie instan Shin Ramyun Black) dan Ottogi (mie instan Yeul Ramen).
(gbr/fjp)