"Kesempatan kerja masih minim dan banyak diskriminasi. Saat wawancara, banyak perusahaan tak menerima penerjemah bahasa isyarat. Padahal penerjemah bahasa itu penting untuk akses bagi yang tuli," kata pegiat disabilitas Surya Sahetapy dalam diskusi di Gedung III Setneg, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (16/6/2017).
Banyak perusahaan yang masih berpikir bahwa penyandang disabilitas hanya yang memakai kursi roda saja, kata Surya. Pemuda yang memilih disebut tuli ketimbang tunarungu ini menilai bahwa belum ada jaminan penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena, terus terang, satu sisi ada lowongan, satu sisi enggak punya data lowongan ini lho. Nggak punya data disabilitas yang memenuhi persyaratan," ujar dia.
Data tersebut, kata Nurrochman, berguna untuk memetakan kondisi disabilitas seseorang dengan pekerjaan yang tepat. Nurrochman belum bicara mengenai apakah akan ada sanksi bila perusahaan menolak penyandang disabilitas untuk bekerja.
"Kalau perusahaan saya butuh tenaga misalnya, kalau orang cacat tuna netra mungkin ditempatkan di resepsionis kan mudah. Tinggal angkat telepon terima pelayanan tamu. Tapi itu data dapet dari mana?" ujar dia. (bag/nkn)











































