Wajah Hitam Pendidikan Indonesia
Senin, 02 Mei 2005 06:45 WIB
Jakarta - Hari Pendidikan Nasional, jatuh pada hari ini, Senin (2/5/2005). Hari dimana Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara dilahirkan. Pahlawan yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat mendirikan Taman Siswa agar para Boemipoetra (rakyat pribumi) bisa mengenyam pendidikan, seperti halnya kaum priyai ataupun orang Belanda. Kini Indonesia telah jauh merdeka. Negara yang dikenal kaya dengan alamnya ini, bahkan telah berganti presiden selama selama 6 kali. Semestinya semua rakyat Indonesia bisa mengenyam pendidikan secara layak. Namun agaknya hal ini masih sulit tercapai. Selain anggaran pendidikan yang sangat kecil, masalah mahalnya biaya pendidikan masih menjadi momok bagi orang tua dalam menyekolahkan anaknya. Wajar jika angka putus sekolah di Indonesia sangat tinggi. Data PGRI dan Depdiknas mencatat angka putus sekolah mencapai 11 juta orang, bahkan angka putus sekolah siswa SD mencapai 600-700 ribu setiap tahunnya.Tentunya kita masih ingat, tentang kasus bunuh diri yang menimpa pelajar karena tidak mampu membayar biaya sekolahnya. Sebut saja tragedi yang menimpa Heryanto, Agustus 2003. Siswa kelas 6 SD di Garut itu berusaha bunuh diri karena tidak mampu membayar uang ekstrakurikuler di sekolahnya sebesar Rp 2.500.Juga kasus percobaan bunuh diri Aman Muhammad Soleh (14), siswa kelas VI SDN Karangasih 04, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Bocah asal Kampung Cabang, Desa Karangasih, Cikarang Utara itu nekat mengakhiri hidupnya di usia muda dengan menggantung diri dan juga minum racun tikus pada awal Juni 2004 lalu. Aman bunuh diri karena orangtuanya tak bisa menyediakan uang sebesar Rp 150.000 untuk membayar ujian akhir, biaya perpisahan, dan menebus ijazah.Aksi Percobaan bunuh diri juga dilakukan, Siska Jesika (16) siswa kelas satu SMAN 2 Tarogong Garut mencoba bunuh diri dengan meminum cairan serangga. Siswi yang tinggal dengan nenek dan kakeknya setelah sadar mengaku dirinya berbuat nekat karena ditagih gurunya uang prakarya sebesar Rp 2.500.Kasus di atas adalah contoh kecil dari keputusasaan rakyat Indonesia yang "mengeluh" karena kesulitan menutupi biaya sekolah. Berbagai tuntutan agar pendidikan murah di tanah air bisa dinikmati seluruh rakyat sering didengungkan.Persoalan pendidikan sebenarnya tidak hanya, sebatas mahalnya biaya pendidikan. Tapi minimnya tingkat kesejahteraan guru masih jadi kendala. Belum lagi upaya komersialisasi pendidikan yang menjadikan sarana pendidikan sebagai tempat mengeruk keuntungan.Ikatan Remaja Muhammadiyah menilai seharusnya pada tanggal 2 Mei ini menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk melakukan refleksi, evaluasi terhadap perjalanan pendidikan di Indonesia. Tren bangunan runtuh, angka putus sekolah yang melonjak, rendahnya kualitas SDM menjadi gambaran hitam wajah pendidikan Indonesia.Makanya dalam siaran persnya yang diterima detikcom di Jakarta, Senin (2/5/2005) mereka menuntut agar direalisasikan anggaran pendidikan nasional sebesar 20 persen. Selain itu mereka juga menuntut perbaikan nasib guru dan menolak komersialisasi pendidikan.
(mar/)