Pakar ilmu lingkungan dari Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Prabang Setyono menyatakan kejadian itu bukan bencana alam. Meledaknya populasi belalang adalah tanda rusaknya lingkungan oleh faktor manusia.
"Orang mengatakan ini sebagai bencana alam. Kalau saya mengatakan ini adalah bencana lingkungan," kata Prabang kepada detikcom, Jumat (16/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada intervensi manusia, kemudian akibatnya terakumulasi. Proses akumulasinya agak panjang, dan akhirnya muncul bencana seperti saat ini," kata Prabang.
Meledaknya populasi belalang dinilainya sebagai akibat dari ekologi yang rusak. Keseimbangan lingkungan yang terganggu memunculkan dorongan populasi belalang. Aktivitas manusia dalam lingkungan hidup berpengaruh terhadap terganggunya keseimbangan lingkungan, bisa berwujud aktivitas pertambangan dan kegiatan yang menyertainya.
"Yang dulu hutan kemudian dibabat. Ketidakstabilan ekologi terjadi dan memicu populasi belalang," kata dia.
Teror belalang ini harus diatasi segera. Soalnya, serangan belalang bisa mengakibatkan kerawanan pangan. Terbukti, saat ini sudah ada 2 hektare sawah yang diserang belalang.
"Sifat belalang ini oportunis. Ketika ada sumber daya melimpah di suatu tempat, mereka akan memanfaatkan sumber daya itu. Mereka memakan daun-daun. Otomatis bila jutaan belalang menyerang tanaman pangan, ya habis itu. Wabah ini bagian dari bencana lingkungan," tuturnya.
Serangan belalang pertama kali terasa berpengaruh di Bandara Umbu Mehang Kunda di Sumba Timur, pada Sabtu (10/6). Selanjutnya gerombolan besar belalang bergerak menyerang tanaman warga. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumba Timur Johanis Hiwa Wunu mengatakan ada 2 hektare sawah milik warga yang sudah diserang. Kelurahan Mauhau dan Kelurahan Kambaniru di Waingapu sudah diserbu belalang.
Adapun pengamat pertanian dan hama Institut Pertanian Bogor Hermanu Triwidodo menilai meledaknya populasi belalang disebabkan oleh kemarau panjang. Jika terjadi kemarau panjang, akan terjadi penumpukan jumlah telur dan akan menetas bersama-sama ketika hujan turun dan kelembapan tanah cukup. Di Waingapu sendiri kebetulan terjadi kemarau panjang sehingga populasi belalang kembara pun meledak.
Analisis berbeda disampaikan Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya. Ia menyebut fenomena belalang kembara yang mengepung wilayahnya terjadi akibat berkurangnya predator pemangsa. Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Kristen Wira Wacana, Mariana Silvana Moy, menuturkan kejadian ini akibat kemarau panjang dan predatornya tidak tahan terhadap kemarau panjang. (dnu/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini