Itulah yang dilakukan oleh ribuan WNI yang sedang mendulang devisa di negeri kimchi, Korea Selatan. Dengan waktu puasa hingga hampir 17 jam dalam sehari dan kerja keras dari 6 hari seminggu, maka Sabtu sore menjadi waktu pas untuk ngumpul. Mereka bukber di berbagai tempat secara unik.
Setidaknya terdapat 57 titik kumpul warga yang sering disebut masjid dan musala WNI di Korsel. Tempat yang disewa komunitas muslim itu selalu ramai dengan kegiatan ibadah di luar jam kerja. Mulai salat berjemaah, tadarus hingga sahur. Namun yang seru adalah bukber.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Para warga Indonesia di Seoul sedang berbuka bersama (Aji Surya) |
Pada buka puasa di Musala Al-Azhar, di kota kecil Jillyang Sabtu lalu (10/06/17) misalnya, para WNI lebih memilih menggoreng ikan sebagai lauk saat berbuka. Selain itu tentu ada buah-buahan seperti pisang dan anggur.
"Hari ini kita masak ikan lele dan bandeng impor dari Indonesia, biar lebih terasa di Tanah Air," kata seorang pengurus musala.
Sementara itu, buka bersama setiap Sabtu sore di KBRI Seoul, juga menghidangkan masakan Indonesia penuh selera. Biasanya dibuka dengan kolak dan aneka gorengan khas Nusantara, sedangkan lauknya berganti-ganti seperti rendang, capjay, soto bandung, sambal goreng udang dan ayam goreng.
Sebagaimana di Indonesia, buka puasa diawali dengan siraman rohani dari para dai yang sengaja diundang dari indonesia dan diskusi soal kehidupan riil di Korea. Setelah salat Magrib, baru ramai-ramai menikmati makan besar dengan suka cita.
Foto: Para warga Indonesia di Seoul sedang berbuka bersama (Aji Surya) |
Khusus di masjid dan musala Indonesia, para WNI dengan ikhlas untuk 'bantingan', merogoh kantong untuk buka puasa. Mereka belanja sendiri, masak sendiri dan disantap bersamaan. Rasa keindonesiaan menjadi lebih kental. β β β β (nwk/nwk)












































Foto: Para warga Indonesia di Seoul sedang berbuka bersama (Aji Surya)
Foto: Para warga Indonesia di Seoul sedang berbuka bersama (Aji Surya)