Ke Bareskrim, BPK Serahkan Data Kerugian Rp 359 M Kredit BPD Papua

Ke Bareskrim, BPK Serahkan Data Kerugian Rp 359 M Kredit BPD Papua

Dwi Andayani - detikNews
Kamis, 15 Jun 2017 16:31 WIB
Anggota BPK VII Eddy Mulyadi (Dwi Andayani/detikcom)
Jakarta - BPK menyerahkan laporan hasil pemeriksaan tentang kasus Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua ke Bareskrim Mabes Polri. Total kerugian akibat persetujuan kredit itu mencapai Rp 359 miliar.

"Kalau BPK diminta penegak hukum, pasti terkait kerugian negara. Jadi ini permintaan Kabareskrim menyelesaikan kasus bank daerah, jadi ada kerugian dari penilaian analisis dan persetujuan kredit yang menyimpang yang akhirnya macet," kata anggota VII BPK Eddy Mulyadi di gedung Bareskrim Polri, Jl Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2017).

Eddy datang ke gedung Bareskrim bersama juru bicara BPK, Yuddy Ramdan, dan langsung disambut Kabareskrim Komjen Ari Dono. Dia masuk ke gedung sekitar pukul 14.25 WIB dan keluar sekitar pukul 15.20 WIB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eddy menjelaskan ada dua kasus yang ditangani Bareskrim terkait dengan pemberian fasilitas kredit BPD Papua ke PT Sarana Bahtera Irja (PT SBI) dan PT Vita Samudra (PT Vitas). Dari dua kasus itu, total kerugian negara tercatat sebesar Rp 359 miliar.

"Jadi ada dua kasus yang kami serahkan ke Kabareskrim itu, yang satu Rp 270 miliar, yang satunya lagi Rp 89 miliar. Jadi kurang-lebih Rp 359 miliar," katanya.

Ke Bareskrim, BPK Serahkan Data Kerugian Rp 251 M Kredit BPD PapuaAnggota BPK VII Eddy Mulyadi dan Kabareskrim Komjen Ari Dono (Dwi Andayani/detikcom)

BPK pada LHP-nya memaparkan pemberian fasilitas kredit oleh BPD Papua kepada PT SBI menggunakan plafon sebesar Rp Rp 313,29 miliar, berupa 8 fasilitas kredit investasi dan 1 fasilitas kredit modal kerja. Sedangkan pemberian fasilitas kredit ke PT Vitas pada 2013 menggunakan plafon sebesar Rp 111 miliar, berupa 2 fasilitas kredit modal kerja.

BPK menyimpulkan ada penyimpangan pada:
1. Tahap analisis dan persetujuan kredit, antara lain analisis kredit tanpa melalui kunjungan on the spot, rekayasa data keuangan debitur, kelengkapan dokumen tidak memenuhi syarat, penetapan plafon tidak memperhatikan kebutuhan riil proyek yang didanai, dan nilai agunan tidak mencukupi.
2. Pencairan dana dan penggunaan dana kredit, yaitu meliputi pencairan kredit tetap dilakukan meskipun syarat-syarat pencairan tidak terpenuhi.
3. Dana pencairan kredit sebagian digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit.
4. Pada saat jatuh tempo, PT SBI tidak dapat melunasi kreditnya sehingga terdapat tunggakan pokok sebesar Rp 222 miliar dan tunggakan bunga Rp 48,25 miliar yang saat ini berstatus macet.

Atas kasus ini, kerugian negara/daerah mencapai Rp 270,26 miliar.

Sementara itu, untuk pemberian kredit BPD Papua ke PT Vitas, BPK menyimpulkan ada penyimpangan pada:
1. Tahap analisis dan persetujuan kredit, antara lain analisis kredit tanpa melalui kunjungan on the spot, rekayasa data keuangan debitur, kelengkapan dokumen tidak memenuhi syarat, penetapan plafon tidak memperhatikan kebutuhan riil proyek yang didanai, dan nilai agunan tidak mencukupi.
2. Pencairan dana dan penggunaan dana kredit, meliputi pencairan kredit tetap dilakukan meskipun syarat-syarat pencairan tidak terpenuhi.
3. Sebagian pencairan digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit, bahkan di antaranya digunakan untuk kepentingan pribadi.
4. Restrukturisasi diberikan meskipun tidak memenuhi persyaratan prospek usaha dan persyaratan agunan.
5. Saat jatuh tempo, PT Vitas tidak dapat melunasi kreditnya, sehingga terdapat tunggakan pokok sebesar Rp 73,09 miliar dan tunggakan bunga Rp 16,03 miliar, yang saat ini berstatus macet.

Kerugian negara/daerah dalam kasus ini sebesar Rp 89,13 miliar. (ams/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads