"Terkait rencana hak angket di DPR maka kami menilai pembentukan panitia angket cacat hukum karena 3 hal: subjeknya keliru, objeknya keliru, dan prosedurnya salah," sebut Ketua APHTN-HAN Mahfud MD dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (14/6/2017).
Subjek dan objek yang keliru disebut Mahfud karena dari sudut pandang sejarah, hak angket diadopsi dalam Undang-undang Dasar (UUD) untuk mengawasi pemerintah. Sementara secara semantik (bahasa) yang diatur dalam Pasal 29 Ayat 3 UU MD3 KPK tidak termasuk dalam pengertian 'pemerintah'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara secara prosedur, pembentukan pansus diduga kuat melanggar undang-undang yaitu saat pengetokan pembentukan pansus hak angket oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Menurut yang disiarkan di media massa pada waktu itu dipaksakan prosedurnya. Masih banyak yang ngacung tidak setuju, sebentar dulu, tiba-tiba diketok. Kalau belum bulat harusnya kan divoting. Itu dianggap manipulasi persidangan," pungkas Mahfud.
Hal lain yang dilanggar adalah pembentukan pansus yang tidak penuh dari 10 fraksi sehingga lagi-lagi menabrak UU MD3.
"Padahal menurut Pasal 21 Ayat 3 UU MD3 harus semua fraksi ada di dalam panitia. Kalau itu dipaksakan berarti melanggar juga prosedur yang ada," imbuh Mahfud.
Hal inilah yang menjadi pemicu 132 anggota APHTN-HAN dan Pusako mengirimkan petisi yang menyatakan ketidak-absahannya hak angket, serta mendorong KPK untuk menolak. Hal ini dirangkum dalam empat poin.
Selain Mahfud MD, hadir pula Prof Yuliandri sebagai perwakilan akademisi. Petisi tersebut diterima oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Berikut adalah 4 sikap akademik yang disampaikan:
1. Hak angket tidak sah karena bukan kewenangan DPR untuk menyelidiki proses hukum di KPK.
2. Pansus hak angket dibentuk melalui prosedur yang menyalahi peraturan perundang-undangan sehingga pembentukannya pun ilegal.
3. DPR diminta bertindak sesuai perundang-undangan dan aspek ketelaran yang dituangkan dalam UUD. Tindakan di luar hukum yang dilakukan oleh DPR hanya akan berdampak merusak ketatanegaraan dan hukum kita.
4. APHTN dan Pusako mengimbau agar KPK tidak mengikuti kehendak panitia angket yang pembentukannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Akibatnya maka semua tindakan panitia angket dengan sendirinya bertentangan pula dengan UU dan hukum. Mematuhi tindakan panitia angket merupakan bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri. KPK harus taat kepada konstitusi dan UU, bukan kepada panitia hak angket, bukan kepada panitia hak angket yang pembentukannya melalui prosedur hukum yang telah ditentukan oleh UU.
"Sore ini kami serahkan pada pimpinan KPK untuk dipertimbangkan juga, karena toh sikap akhir ada di KPK. Dan kami sedang mempertimbangkan mengambil langkah-langkah hukum lain demi tertibnya kita hidup bernegara. Mungkin dalam waktu tidak terlalu lama kita akan menentukan langkah hukum apa yang akan dilakukan asosiasi bersama Pusako," tutup Mahfud MD. (nif/dhn)











































