"Dengan amar putusan tersebut, PPP hasil Muktamar VIII Pondok Gede di bawah kepemimpinan Romahurmuziy-Arsul Sani adalah sah," ungkap Wasekjen PPP kubu Romi, Achmad Baidowi, dalam keterangannya, Rabu (14/6/2017).
Pria yang akrab disapa Awiek ini pun lalu mengajak seluruh kader PPP bersatu dengan adanya putusan PT TUN ini. Termasuk kepada loyalis Djan Faridz terkait dualisme di tubuh PPP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus bermula dengan adanya Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.HH-06.AH.11.01 Tahun 2016 tentang pengurus DPP PPP 2016-2021. Dalam SK itu ditetapkan Ketua Umum PPP adalah Romahurmuziy atau Romi.
Kubu Djan Faridz tidak terima atas keputusan Kemenkum HAM tersebut dan menggugatnya ke PTUN Jakarta. Gugatan Djan Faridz dikabulkan pada 22 November 2016. PTUN Jakarta membatalkan SK Kemenkum HAM itu.
Atas hal itu, Menkum HAM dan PPP kubu Romi mengajukan banding. Gayung bersambut. Permohonan banding itu dikabulkan. Vonis itu diketok oleh ketua majelis Kadar Slamet dengan anggota Riyanto dan Slamet Suparjoto.
"Oleh karena yang dipersoalkan Penggugat/Terbanding adalah isi atau substansi dari obyek sengketa, yaitu tentang Pengesahan Susunan Personalia DPP PPP hasil muktamar islah di Pondok Gede, sebagaimana telah dipertimbangkan, penyelesaiannya mestinya mengacu pada ketentuan dasar yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan partai politik dalam UU Nomor 2 Tahun 2011," demikian pertimbangan majelis seperti dikutip dari website MA. (elz/erd)