"Ini karena pemahaman sempit penegak hukum. Tapi, kalau sampai norma itu dihilangkan, itu lebih bahaya lagi," ujar Eddy seusai persidangan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2017).
Eddy sendiri melihat ada pertentangan dengan UUD 1945, sebagaimana di dalam batu uji UU Perlindungan Anak. Namun di sisi lain ada dilema yang dirasakan ahli dalam penegakan hukum tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eddy sendiri melihat ada usulan bagus dalam penafsiran UU tersebut oleh Ketua MK Prof Hidayat dan anggota hakim Suhartoyo dalam persidangan tadi. Ada baiknya polisi tidak serta-merta menerapkan pidana.
"Polisi seharusnya sebagai mediator untuk diselesaikan secara damai," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, sekelompok guru menggugat UU Perlindungan Anak. Mereka merasa kerap dikriminalkan menggunakan UU tersebut, padahal sedang melaksanakan tugas mengajar dan mendidik siswa. Pangkalnya adalah pasal 9 ayat 1a UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan/atau pihak lain.
Pemohon meminta UU Perlindungan Anak diberi tafsir yang jelas, tidak multitafsir, sehingga tidak menjadi pasal karet. (edo/asp)











































