Polisi Melarang, Alumni 212 Tetap akan Gelar Aksi Bela Ulama

Polisi Melarang, Alumni 212 Tetap akan Gelar Aksi Bela Ulama

Jabbar Ramdhani - detikNews
Kamis, 08 Jun 2017 15:13 WIB
Massa Aksi 55 GNPF memenuhi Istiqlal pada Mei lalu. (Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta - Polisi melarang massa menggelar aksi pada Jumat (9/6/2017) nanti. Ketua Presidium Alumni 212 Ustaz Ansufri Idrus Sambo mengatakan acara bertema 'Aksi Bela Ulama' ini akan tetap digelar karena merupakan hak konstitusional.

"Ini kan tidak ada yang bisa melarang. Ini kan konstitusional. Kita kumpul, bela ulama. Orang mau demo di jalan saja boleh. Kita mau bela ulama dan ibadah masak tidak boleh," kata Ansufri saat dihubungi detikcom, Kamis (8/6).

Dia mengatakan aksi tersebut untuk menyatakan pendapat yang diatur dalam UUD 1945. Menurutnya, aksi itu tidak bisa dilarang karena justru akan melanggar konstitusi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(Baca Juga: Kapolda Metro Larang Aksi Bela Ulama Jumat 9 Juni)

Ansufri mengatakan panitia sudah menyampaikan keterangan tentang rencana acara tersebut kepada pihak kepolisian. Dia menjamin acara akan berlangsung aman.

"Kita sudah sampaikan kepada Polda dan juga pihak masjid mengenai acara tersebut. Kita dalam membuat acara juga memiliki tiga poin utama, yaitu tertib, aman, dan konstitusional," ujarnya.

[Gambas:Video 20detik]

Dia mengatakan, dalam Aksi Bela Ulama tersebut, akan digelar tablig akbar, lalu zikir dan doa. Dalam acara ini juga akan disampaikan pernyataan sikap dari Presidium Alumni 212 mengenai kasus dugaan konten porno yang tengah melibatkan imam besar FPI Habib Rizieq Syihab.

"Kita akan sampaikan pernyataan sikap, Ramadan harus dihapuskan semua kriminalisassi itu. Dan kita akan buat panitia penyambutan Habib. Lalu ditutup dengan buka bersama dan salat tarawih di Masjid Istiqlal," ucap dia.

(Baca Juga: 9 Juni, Presidium Alumni 212 Gelar Aksi Bela Ulama)

Ansufri tidak sepakat bila aksi itu disebut sebagai intervensi terhadap penegakan hukum. Sebab, menurutnya, dari awal kasus tersebut tidak berjalan dengan benar.

"Kita lihat prosedur sudah salah dari awal. Maka kita ngamuk. Kalau ini dari awal prosedurnya sudah bertentangan dengan hukum dan logika. Kalau ini disebut intervensi, tidak masalah. Karena kita menekan bukan dengan cara yang salah dan supaya polisi bertindak benar. Yang salah kalau kita tekan untuk bertindak di luar jalur," ujarnya.

Dia meminta pihak kepolisian menggelar perkara secara khusus dengan cara terbuka dan mengundang para ahli. Menurutnya, dengan begitu, publik dapat melihat dan mengetahui kasus tersebut. (jbr/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads