"Penjelasan saya tetap sama, bahwa motif korban melakukan hal tersebut berdasarkan penyelidikan Tim Propam dan Reskrim adalah masalah keluarga. Untuk detailnya tidak bisa kita sampaikan," ungkap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT AKBP Jules Abast kepada detikcom, Kamis (8/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau terkait kelayakan almarhum dalam memegang senjata api sudah sesuai prosedur. Namun mungkin karena ada masalah keluarga, sehingga yang bersangkutan mengambil jalan yang keliru," imbuh Jules.
Jules mengatakan evaluasi terhadap pemegang senjata api, biasanya dilakukan secara berkala. Bisa digelar tiga bulan sekali hingga enam bulan sekali dalam setahun.
"Tiga bulan sekali atau enam bulan sekali pasti ada pemeriksaan terhadap para pemegang senjata api. Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi lagi kasus seperti ini," katanya.
Aiptu Fransisco sebelumnya sempat menjalani perawatan selama 30 jam di Rumah Sakit Bhayangkara Kupang dan menghembuskan nafas terakhir pada pukul 15.22 Wita, Rabu (7/6) kemarin.
Aiptu Fransisco diduga menembak dirinya sendiri di rumahnya. Saat dibawa ke rumah sakit Aiptu Fransisco masih hidup.
"Dugaan menembak diri yang dilakukan anggota Polres Kupang Kota Aiptu Fransisco De Araujo, Kanit PAM Obvit Polres," kata Kabid Humas Polda NTT AKBP Jules Abast saat dikonfirmasi terpisah.
Peristiwa ini menurut Jules mulanya diketahui saksi Saladin yang mendengar suara tembakan sekitar pukul 07.30 Wita di rumah Aiptu Fransisco, Jl Nangka, Oebobo, Kupang. Saksi bergegas memanggil tetangganya.
"Kemudian anggota Paminal Polres Kupang Kota bersama warga sekitar masuk ke dalam rumah dan mendobrak pintu kamar korban dan setelah berhasil membuka pintu korban sudah tergeletak di atas tempat tidur dengan kondisi bersimbah darah di bagian kepala dan saat itu masih bernapas," terangnya.
Aiptu Fransisco langsung dibawa ke RS Bhayangkara Kupang. Sedangkan senjata api yang digunakan, ditemukan di lantai. (ams/ams)











































