"Kita mengupayakan UU Penyiaran mengacu pada UU Penyiaran Australia: DPR-lah yang menjadi penentu kebijakan, pengatur, pengawas, dan pengendali penyiaran, bukan pemerintah (Menkominfo), bukan pula KPI," kata Koordinator Masyarakat Pers dan Penyiaran (MPPI), perancang awal RUU Penyiaran 1999-2002, Sabam Leo Batubara, dalam acara diskusi di Cafe The Hook, Senopati, Jaksel, Rabu (7/6/2017).
Sabam menyampaikan hal tersebut dalam rangka menyoroti RUU Penyiaran yang akan dibahas dan disahkan dalam sidang paripurna DPR. Usulan tersebut juga disampaikan mengingat adanya pasal dalam UU Penyiaran yang menyatakan KPI bersama pemerintah menyusun 9 peraturan pemerintah. Namun MK menyatakan keikutsertaan KPI inkonstitusional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam praktiknya, 9 PP tersebut dibahas di DPR dan menjadi bagian dari UU Penyiaran. DPR kemudian memberi kewenangan kepada KPI sebagai lembaga independen yang melaksanakan dan mengawasi pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
"Dalam implementasinya, 9 PP yang diperlukan dalam penyelenggaraan penyiaran dibahas di DPR. Hasilnya menjadi bagian bagian dari UU Penyiaran," tutur Sabam.
Dia lantas menerangkan mengenai empat model yang dianut dalam penyiaran, yaitu otoriter, demokrasi ala Amerika, demokrasi ala Australia, serta gabungan antara otoriter dan demokrasi. Pada awal pembahasan UU Penyiaran yang saat ini digunakan, dia sempat menawarkan Indonesia untuk menganut penyiaran ala Amerika, namun nyatanya gagasan tersebut tidak sesuai dengan Indonesia.
"Saya terlibat dalam (pembahasan) RUU Penyiaran, menganut supaya KPI kita menganut model Amerika, satu-satunya di Jakarta, karena berpikir Indonesia mampu. Tapi setelah saya di sini, 3 generasi kita, kita tidak paham demokratisasi penyiaran," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia Ishadi SK menyebut beberapa isu krusial yang perlu disepakati dalam UU Penyiaran. Isu tersebut mulai perlunya pembentukan wadah hingga durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat.
"Rencana strategis dan blueprint digital, pembentukan wadah dan keterlibatan asosiasi media penyiaran Indonesia dalam proses penetapan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukan Badan Migrasi Digital yang bersifat ad hoc, penerapan sistem hybrid dalam penyelenggaraan penyiaran multiplexing sebagai bentuk nyata demokratisasi penyiaran," tuturnya.
"Durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat, pembatasan tayangan iklan rokok, siaran lokal, dan proses pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran," sambungnya. (knv/erd)