Lima tahun itu pula saya melewati puasa dan Lebaran di tanah rantau, meski tidak secara terus-menerus di Beograd. Saya yang hobi traveling, kerap merencanakan khususnya tempat di mana saya akan menjalankan ibadah puasa sekaligus merayakan Lebaran, baik itu Idul Fitri maupun Idul Adha.
Keinginan merayakannya di Tanah Air bersama keluarga tentu ada, namun keinginan untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman berharga berbaur dengan berbagai macam orang di tengah-tengah civil society yang berbeda budaya menjadi keinginan yang lebih yang ingin saya rasakan demi memperoleh pengalaman yang saya sebut sebagai pengalaman mahal yang belum tentu akan terulang kembali.
Terhitung sejak tahun 2013, tahun pertama di Serbia, saat itu saya masih mengikuti program persiapan Bahasa Serbia sebelum memasuki perkuliahan. Saya tinggal di asrama khusus mahasiswa penerima beasiswa dan di sana saya dan teman-teman lainnya yang beragama Islam disediakan khusus makanan berbuka puasa saat Ramadan tiba. Seperti cevapi (daging sapi cincang), pohovani kackavalj (semacam keju goreng), ikan dengan kentang ataupun sayur-sayuran yang direbus maupun digoreng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, untungnya lidah saya dapat menyesuaikan dengan varian rasa dari setiap masakan yang dihidangkan. Untuk sahurpun, disediakan dalam satu kantung plastik khusus untuk per satu orang yang berisi roti, susu dan selai.
Ada kalanya saya memasak sendiri di dalam kamar asrama, membeli makanan di luar, memakan hidangan berbuka yang disediakan pihak asrama ataupun kerap kali juga berkunjung ke masjid pusat yaitu Masjid Bajrakli, di mana selalu disediakan jus, kurma dan makanan manis saat berbuka. Kemudian diikuti dengan salat Magrib berjemaah dan baru bersama-sama menyantap hidangan utama yang disediakan di gedung madrasah yang terdapat di sana (Tahun 2016 saat saya ke sana, hidangan utamanya disantap di cafetaria halal yang berada dekat dengan masjid tersebut).
Khusus hidangan utama di Masjid Bajrakli, berbeda-beda, namun ada satu saat di mana menurut saya hindangannya sangat banyak, dari mulai ayam, nasi, susu, jus, kurma, kue dan air mineral. Semua itu menjadi satu paket untuk per satu orang. Kenyang sudah pasti dan tentunya pengalaman yang sangat mahal yang saya rasakan dengan berbuka bersama di Masjid Bajrakli dengan orang-orang Serbia yang beragama Islam dan orang-orang dari berbagai negara lainnya yang tinggal atau sekedar berkunjung ke Beograd.
Masa waktu puasa sendiri di Serbia berlangsung sekitar kurang-lebih 18 jam. Terdapat juga restoran, kedai dan toko daging halal di Serbia. Khususnya di Beograd, variasi menu dari mulai makanan Lebanon, Turki dari yang berkonsep fancy restaurant hingga fast food tersedia di pusat kota. Toko daging halal yang perlu kita olah pun ada di Beograd meskipun tidak sebanyak di Novi Pazar, salah satu kota di Selatan Serbia di mana mayoritas penduduknya beragama Islam.
![]() |
Berbicara mengenai Novi Pazar, untuk saya pribadi memerlukan tema lainnya dan catatan yang berbeda karena kota ini merupakan kota favorit, selain banyak hal yang juga menjadikan sejarah sendiri bagi hidup saya.
Di Kota Novi Pazar ini pula sejak beberapa bulan sebelumnya di tahun 2015, saya memutuskan berhijab dan membeli keperluannya. Di Novi Pazar pula sejak tahun 2015 saya sangat rutin berkunjung sekedar untuk mengunjungi sahabat-sahabat, berbagai masjid, memilih makanan halal yang lebih bervariasi dan mudah diperoleh sampai berbelanja pakaian dan kerudung di mana di kota ini, tersedia berbagai produk pakaian buatan Turki memiliki kualitas yang bagus dan sangat menarik. Di Kota Novi Pazar ini pula saya memutuskan untuk merayakan Idul Adha pada tahun 2014, bersama salah satu keluarga sahabat saya yang asli dari kota tersebut.
![]() |
Kembali mengenai masa puasa di Beograd, saya pribadi tidak memiliki kendala terkait waktu berbuka. Di sini juga terdapat restoran Indonesia yang di tahun 2017 ini, chef sekaligus pemilik restoran, Mas Agoes begitu saya memanggilnya, mengundang mahasiswa dan mahasiswi Indonesia di Beograd untuk datang berbuka puasa setiap hari Minggu.
Sungguh suatu rezeki yang tidak boleh ditolak dari orang yang sangat baik ini. Di sini saya dan teman-teman lainnya juga dipersilakan, jika mau, memasak di dapur restorannya untuk makanan Indonesia yang sekiranya sedang ingin dimakan untuk berbuka puasa selain yang memang sudah disediakan.
Selain itu, setiap hari Jumat, setidaknya yang saya alami sejak tahun 2013 sampai 2017 ini, perwakilan Indonesia di Beograd, KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) juga mengadakan buka puasa bersama dengan masyarakat Indonesia lainnya. Dan pada hari Idul Fitri turut pula diadakan salat Ied berjemaah dan kemudian diikuti dengan open house dengan berbagai hidangan khas Nusantara yang memanjakan lidah dan perut saya sebagai anak rantau.
Namun, lagi-lagi baru dua tahun terakhir ini sebenarnya saya merayakan Idul Fitri di Beograd. Tahun pertama saya jalankan seorang diri dengan backpacking ke Sarajevo, Bosnia, negara tetangga Serbia. Tahun kedua saya rayakan di Cordoba, Spanyol dengan teman seperjalanan yang juga sama-sama mahasiswi Indonesia di Serbia.
Baru tahun ketiga saya rayakan Idul Fitri di Beograd namun itu pun saya memutuskan untuk salat Ied di Masjid Bajrakli, yang sejauh pengalaman saya setiap salat di sana, saya masih menjadi satu-satunya orang Indonesia di bagian perempuan yang salat di masjid tersebut. Mungkin bisa jadi juga ada orang Indonesia yang lain, namun saya tidak bertemu.
Di masjid pula, selain di berbagai tempat lainnya, saya bertemu dan bertemu lagi teman-teman baru yang saling tertarik untuk berbagi. Kemudian setelah salat, baru saya memanjakan lidah sekaligus bersilaturahmi pada acara open house di KBRI.
Tahun 2017 ini, rencana yang tengah saya jalankan adalah sedapat mungkin berbuka puasa di berbagai masjid di Beograd, selain masjid pusat Bajrakli, sebelum dalam beberapa hari ke depan akan menjalankannya di Novi Pazar. Namun buka puasa di masjid selain masjid pusat Bajrakli, memang terbatas seperti kurma dan jus. Dan tidak semua masjid juga mengadakan buka puasa bersama.
![]() |
Tetap tidak menyurutkan semangat saya untuk berinteraksi dengan banyak orang di berbagai tempat. Karenanya, hal-hal tersebut menjadikan saya bertemu orang-orang baru, belajar dari pengalaman dan saling berbagi pengetahuan mengenai ragam budaya dari masing-masing teman dari berbagai negara, khususnya tentu saja teman-teman Serbia.
Berbicara mengenai tantangan, merupakan suatu tantangan tersendiri bagi saya adalah bagaimana berusaha menjalankan ibadah tarawih yang waktunya memang sudah membuat saya mengantuk. Isya sekitar pukul 22.30 dan subuhnya sekitar pukul 2.30 dini hari waktu Eropa Tengah (Central European Time).
Beberapa kali ketiduran namun beberapa kali juga menang melawan rasa kantuk. Segala hal ini menjadi catatan tersendiri setiap harinya di buku harian mengenai apa yang saya alami dan temui dari setiap pengalaman hidup di Serbia pada umumnya.
Sungguh suatu pengalaman mahal yang tidak ternilai, sangat berharga untuk dicatat, dikenang, dijadikan pembelajaran setidaknya untuk diri sendiri dan diceritakan suatu saat ke generasi-generasi berikutnya.
*) Sabriana Jayaputri, adalah Mahasiswa penerima beasiswa Svet u Srbiji (World in Serbia) dari pemerintah Serbia untuk program Doktoral, Fakultas Keamanan (Faculty of Security, University of Belgrade); anggota Ikatan Pelajar Indonesia di Serbia (Keris).
***
Para pembaca detikcom, bila Anda mempunyai cerita yang berkesan saat Ramadan seperti yang diceritakan di atas, silakan berbagi cerita Anda ke email: ramadan@detik.com. Sertakan 2-3 foto yang mendukung cerita Anda, data diri singkat dan kontak (email atau nomor HP) yang bisa dihubungi. (nwk/nwk)