Hal tersebut diungkapkannya saat berkunjung ke kediaman KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) di Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin Leteh Rembang, Selasa (6/6). Dalam kunjungannya, ia menyebut sikap primordialisme di Indonesia saat ini mulai muncul kembali.
"Dulu sikap primordialisme ada, setelah adanya pembacaan proklamasi secara otomatis sikap tersebut hilang. Namun justru saat ini kami merasa primordialisme itu muncul kembali," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang saat ini mulai kembali berbicara soal perbedaan suku, agama dan latar belakang keturunan. Sikap seperti ini yang menyentuh hal sensitif, sehingga memicu perpecahan NKRI. Bahkan ada kasus yang mempermasalahkan tanah, antara warga pribumi dengan warga yang dianggap pendatang," imbuhnya.
Lebih lanjut Tito menjelaskan prinsip demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia saat ini juga sudah mulai disalahartikan. Kebebasan berdemokrasi mulai mengarah pada tindakan liberalisme. Membuka ruang untuk kebebasan berserikat, kebebasan berkumpul, hingga memicu kebebasan untuk menganut ideologi selain Pancasila yang tidak tepat untuk diterapkan di Indonesia.
"Justru kebebasan itulah yang memicu perbedaan semakin mencuat. Kami butuh sosok yang berpengaruh terhadap komunitas-komunitas agama untuk membekali diri menjauhkan sikap primordialisme itu," tegasnya.
Dalam kunjungannya ke Rembang itulah ia berharap mendapatkan tausyiah dan dukungan dari umat muslim untuk bersama-sama memerangi segala macam tindakan yang mengarah pada perpecahan NKRI.
"Kami dari Polri dan TNI yang merupakan garda terdepan menjaga keutuhan NKRI berharap masyarakat bisa saling bersatu menjaga keutuhan NKRI," ujarnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyebutkan isu perpecahan diperparah dengan ujaran kebencian yang membanjiri media sosial. Dari media sosial, warga dapat terprovokasi yang secara tidak langsung memicu sikap primordialisme.
"Di media sosial rame, di lapanganpun juga jadi makin memanas. Maka dari itu, masyarakat harusnya bisa menggunakan media sosial secara bijak dan lebih bermanfaat," ungkap Ganjar. (idh/idh)











































