ICW: Fenomena Suap Opini WTP Mengkhawatirkan

ICW: Fenomena Suap Opini WTP Mengkhawatirkan

Akhmad Mustaqim - detikNews
Selasa, 06 Jun 2017 21:00 WIB
Paparan ICW mengenai OTT suap opini WTP Kemendes, Selasa (6/6/2017). (Akhmad Mustaqim/detikcom)
Jakarta - Operasi tangkap tangan (OTT) suap pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk Kemendes dinilai menjadi titik mengkhawatirkan bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada motif transaksional dalam pemberian WTP.

"Ada motif transaksional untuk mendapatkan level audit yang diberikan oleh BPK yang sebelumnya wajar dengan pengecualian (WDP) sampai akan mendapatkan wajar tanpa pengecualian (WTP)," kata Koordinator Divisi Jaringan ICW Abdullah Dahlan di Sekretariat ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2017).

Abdullah menyoroti capaian Kemendes meraih opini WTP pada laporan keuangan tahun anggaran 2016. Sebelumnya, pada 2014 dan 2015 Kemendes mendapatkan opini WDP dari BPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Fenomena ini sebenarnya, menurut kami, mengkhawatirkan. Sebagai institusi pengawasan keuangan, BPK menjadi ujung tombak atas tata kelola anggaran di APBN," ujar Abdullah.

Menurut Abdullah, Kemendes gagal membangun citra positif kementeriannya. Sebab, diduga telah terjadi penyimpangan pada tata kelola anggaran yang seharusnya transparan, akuntabel, dan kaidah anggaran lainnya.

"Sisi lain yang perlu dilihat juga soal Kementerian Desa, upaya membangun citra tetapi malah melakukan proses transaksi kotor semacam ini, justru mereduksi peran fungsi pemerintah dalam tata kelola anggaran untuk mendapatkan predikat audit yang dianggap baik tetapi malah melakukan upaya manipulatif," ujarnya.

Sementara itu, Firdaus Ilyas dari Divisi Riset ICW mengatakan pihaknya sudah mendata kasus penyimpangan terkait auditor BPK. ICW mencatat ada delapan kasus yang melibatkan oknum pejabat BPK sejak tahun 2004.

"Kita lihat misalnya apa yg terjadi pada auditor ini bukan pertama kali. Mungkin sejak 2004 sudah ada delapan kasus yang melibatkan auditor atau pejabat BPK. Terkait itu dalam jual-beli opini atau terkait dalam proses pemeriksaan," kata Firdaus.

Firdaus mencatat beberapa audit yang diduga bermasalah di antaranya, Audit laporan keuangan SKK Migas tahun anggaran 2015 yang memperoleh opini tidak wajar, padahal sebelumnya memperoleh WTP dari tahun anggaran 2011-2014.

Kedua, temuan kasus RS Sumber Waras dalam LKPD DKI 2014, yang dilanjutkan dengan audit investigasi. Ketiga, audit tahap II Proyek Hambalang, 'hilangnya 15 nama anggota DPR', dan keempat audit divestasi PT NNT.

Atas dasar temuan tersebut, ICW memberi rekomendasi seperti dilakukannya mekanisme banding terhadap hasil audit BPK. Mekanisme tersebut, menurut ICW, dapat membantu BPK menjadi bersih dan transparan.

"Saatnya mengembalikan BPK yang mandiri dari segala kepentingan dan bebas dari pelanggaran, penyimpangan, dan korupsi," kata Firdaus.

Terkait OTT suap opini WTP, KPK menetapkan Inspektur Jenderal Kementerian Desa Sugito, pejabat eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo, auditor utama keuangan negara III BPK Rachmadi Saptogiri, dan auditor BPK Ali Sadli sebagai tersangka.

Sugito dan Jarot diduga memberikan suap sebesar Rp 240 juta secara bertahap kepada Rachmadi dan Ali Sadli. Uang tersebut diduga untuk mempengaruhi penilaian BPK atas laporan keuangan Kementerian Desa tahun anggaran 2016. (fdn/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads