"Itu (gibah) nggak usah fatwa MUI sudah haram itu. Jadi menurut saya, fatwa MUI itu baik untuk memperkuat, untuk menegaskan bahwa bergibah yang isinya adalah bikin gosip, isinya adalah bikin isu, bikin fitnah, itu memang tidak boleh dan diharamkan," kata Abdul saat dimintai konfirmasi detikcom, Selasa (6/6/2017).
Abdul mengatakan Alquran dan hadis telah tegas melarang siapa pun melakukan gibah. Adanya fatwa MUI dipandang sebagai penegasan, pengingat, dan yang terpenting dijalankan umat Islam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira perlu MUI mengingatkan, tidak saja MUI saya kira, tapi ormas-ormas besar, seperti NU dan Muhammadiyah, juga perlu mengingatkan masing-masing umatnya, masing-masing pengikutnya untuk tidak melakukan gibah itu," ujarnya.
Fatwa MUI juga penting untuk mengawasi dan mengurangi isi media sosial yang menyesatkan. Abdul berharap ada turun tangan pemerintah untuk menindaklanjuti fatwa MUI tersebut.
"Kominfo sebagai representasi dari pemerintah saya kira perlu melakukan tindakan, perlu bersikap, perlu lebih progresif, lebih maju untuk membendung arus informasi yang sesat yang muncul di medsos," tutur Abdul.
Abdul menilai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memiliki acuan dari Undang-Undang ITE, ditambah lagi fatwa MUI. Untuk itu, dia meminta Kemenkominfo bisa lebih aktif menertibkan media sosial.
"Komisi VIII juga pernah mendorong medsos-medsos yang kontennya pornografi, yang kontennya memancing radikalisme, saya kira Kominfo harus bertindak atas nama kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, kepentingan negara," kata dia.
"Apalagi ada fatwa MUI, saya kira akan lebih kuat. Karena, tanpa tindakan negara lewat Kominfo, fatwa itu tidak efektif. Yang mem-follow up itu adalah negara," tutur Abdul. (nvl/elz)











































