Masjid yang arsitekturnya menyerupai Masjid Nabawi di Madinah ini memiliki dengan 25 kubah yang melambangkan 25 nabi. Masjid ini berdiri pada tahun 1957 dikerjakan dengan swadaya masyarakat. Awalnya bangunan masjid hanya berukuran kecil, namun oleh sang kiai kembali direnovasi sepulangnya dari Madinah dan mampu menampung hingga 1.500 jemaah.
Andi Patawai Nur (70), saksi hidup pembangunan masjid, mengatakan material masjid berasal dari batu karang yang dibakar ditambah batu bata, putih telur, dan sedikit campuran semen.
![]() |
"Batu bata itu disusun di atas bilahan bambu. Setelah kering bilahan bambu itu dilepas, sementara untuk kubah, dibangun dengan Alquran bekas tidak terpakai lalu dicampur dengan material bangunan, kubah-kubah yang dibangun didirikan setelah beliau melaksanakan shalat Tahajud," kata Andi, Jumat (2/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara tokoh masyarakat Ujung Lero, H Muhammad Kaping, mengatakan beberapa kejadian aneh dan unik diperlihatkan oleh warga pada bagian kubah masjid yang memiliki ketebalan 50 centimeter ini.
![]() |
"Tahun 1997, saat terjadi gempa dahsyat di sini, salah satu bagian kubah retak dan nyaris runtuh namun ketika terjadi gempa susulan, retakan itu menyatu kembali. Pernah juga empat tahun silam saat kita coba membersihkan plesteran kubah, warga terkejut karena dari salah satu kubah yang dibersihkan mengeluarkan aroma yang sangat wangi," jelasnya.
Untuk menjaga kesakralannya, pemeliharaan masjid yang menjadi pusat peribadatan umat Islam di Desa Ujung Lero ini tidak sembarangan.
"Untuk sumbangan dari masyarakat yang terkumpul, kita gunakan untuk pemeliharaan di dalam bangunan masjid. Sementara jika ada sumbangan dari pemerintah, hanya kita gunakan untuk pembangunan di luar masjid, misalnya pagar dan lain-lainnya," urai Kaping. (try/try)