Marawi terletak di Filipina bagian selatan, tepatnya di Pulau Mindanao. Beda pulau dengan Manila, Ibu Kota Filipina. Secara geopolitik, Marawi masuk dalam Provinsi Lanao del Sur dan berstatus daerah otonomi muslim. Berdasarkan sensus 2015, jumlah penduduknya 205 ribu jiwa.
Pada Selasa, 23 Mei 2017, perang pecah antara militan dan pasukan pemerintah. Sejauh ini, Jumat (2/6/2017), 120-an militan tewas dan 8 ditangkap. Sedangkan di pihak pemerintah, 30-an prajurit tewas, 6 hilang, dan 60-an terluka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut fakta-fakta perang Malawi:
Pengibaran Bendera Mirip ISIS
Foto: pool
|
Aksi militan Maute menjadi-jadi. Mereka menguasai Rumah Sakit Anai Pakpak dan meminta pegawai meninggalkan RS, lalu mengganti bendera Filipina dengan bendera menyerupai Islamic State an Iraq Syria (ISIS). Mereka juga menduduki Marawi City Hall (balai kota) dan penjara. 100-an narapidana kabur akibat aksi itu.
Pemerintah Filipina mengerahkan tentara dan polisi untuk mencegah situasi memburuk. Dar-der-dor terjadi di Kota Marawi. Perang kota pecah! Penduduk diungsikan.
Militan-militan di Marawi
Foto: Google Maps
|
Abu Sayyaf termasuk kelompok radikal populer beberapa dekade belakangan. Kelompok ini disebut terlibat dalam krisis Marawi. Apa dan siapa Abu Sayyaf?
Kelompok Abu Sayyaf didirikan Abubakar Janjalani pada tahun 1990-an. Janjani malang melintang di Timur Tengah dan berhubungan dengan Al-Qaeda. Ia kembali ke Mindanao dan merekrut eks pasukan Moro National Liberation dan Front (MNLF), organisasi sayap kanan yang memperjuangkan kemerdekaan Mindanao. Jumlah anggota Abu Sayyaf berkisar 400-500 orang.
Janjani tewas dalam kontak senjata dengan militer Filipna pada 1998. Namun kelompok Abu Sayyaf terus hidup dan menjadi dua faksi. Pada tahun 2014, Abu Sayyaf mendeklarasikan diri ISIS di Filipina. Setelah asupan dana dari kelompok radikal terputus, mereka kini hidup dengan cara menculik warga asing dan meminta tebusan.
Selain Abu Sayyaf, krisis di Marawi didalangi militan Maute. Kelompok ini berdiri pada tahun 2013 dengan jumlah anggota sekitar 100 orang. Sebagian besar di antaranya adalah eks pasukan Moro Islamic Liberation Front (MILF). Organisasi ini dipimpin 2 saudara sepupu, Abdullah Maute dan Omar Maute.
Maute diidentifikasi terlibat dalam bom di pasar malam Davao, dekat Marawi pada Februari 2016. Sebanyak 14 orang tewas dan 70-an terluka.
Tak hanya militan lokal yang terlibat dalam krisis Marawi, tapi juga simpatisan dari negara tetangga. Terutama Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Militan ini disebut-sebut terikat dalam jaringan radikal Asia Tenggara.
WNI, Siapa Mereka dan Benarkah Terlibat?
Militer Filipina memburu militan ISIS di Marawi (Foto: Reuters)
|
Mabes Polri mendapatkan konfirmasi dari otoritas Filipina, ada 7 WNI yang jadi anggota kelompok Maute dan jadi buron.
1. Al Ikhwan Yushel (26)
2. Yayat Hidayat Tarli (31)
3. Anggara Suprayogi (33)
4. Yoki Pratama Windyarto (22)
5. Mochammad Jaelani Firdaus (26)
6. Muhamad Gufron (24)
7. Muhamad Ilham Syahputra (22)
Mereka berangkat Maret dan April 2017. Satu dari 7 WNI dikabarkan tewas, namun hingga saat ini jasadnya belum ditemukan.
Kehadiran WNI di Mindanao sebenarnya bukan hal baru. Ditengarai sejak tahun 2000-an, gelombang kecil WNI datang ke kawasan tersebut. Atas dasar kesamaan ideologi dan agama, mereka berlatih militer sekaligus 'berjuang'untuk keadilan dan kemerdekaan. Muncul nama Dulmatin, Umar Patek, dan lain-lain yang pernah 'belajar' dan mempraktikkan ideologi radikal di Mindanao. Sebagian di antaranya tewas, sisanya di penjara.
Apakah 7 WNI yang disebut ikut perang Marawi mengikuti jejak radikal Dulmatin cs? Apakah mereka terpesona oleh ideologi berbasis agama?
Halaman 2 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini