"Kalau dari sisi sosiologis kan itu kegiatan ekonomi masyarakat, mengapa wilayah itu 'dipertahankan' karena nilai atau ketergantungan masyarakat terhadap 'hiburan' itu memang tinggi," kata sosiolog UGM Derajad S Widhyharto saat berbincang dengan detikcom, Rabu (31/5/2017).
Menurut Derajad, di Kalijodo terdapat peluang untuk membuat kegiatan ekonomi 'gelap'. Imej dari wilayah itu pernah dianggap sebagai tempat usaha remang-remang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Langkah pertama kemarin belum menyeluruh. Dari tempat kumuh atau 'gelap' jadi ruang publik memang sudah ada (perubahan), dari segi infrastruktur sudah ketemu (hasilnya) karena yang didorong perubahan fisiknya. Perubahan sosialnya kan belum, baru menyuruh orang yang di situ kemudian pindah," papar Derajad.
Proses perubahan sosial memang tak bisa serta merta mengikuti perubahan ruang, kata Derajad. Tetapi peran pemerintah bisa menentukan cepat atau lambatnya perubahan itu.
Pemerintah DKI Jakarta memang sudah menyiapkan rumah susun untuk warga yang digusur dari Kalijodo. Sebagian dari masyarakat itu berhasil dalam proses transisi sosial.
"Orang yang (kembali lagi) di situ bisa dikatakan tak cukup bertransisi. Mereka mencari pekerjaan lain tidak ketemu sehingga memilih berbisnis seperti itu," ujar Derajad.
Salah satu bentuk upaya mendorong perubahan sosial, menurut Derajad, adalah memperkuat basis ekonomi. Perlu pendekatan tak sekadar formalitas untuk mengetahui apakah warga yang direlokasi berhasil bertransisi atau tidak.
Derajad juga mewanti-wanti jika pelaku usaha 'gelap' di Kalijodo bermetamorfosis ke industri digital. Tak menutup kemungkinan terjadi perubahan transaksi dari fisik menjadi digital.
"Itu yang harus dievaluasi, jangan selesai cuma fisik saja, tapi sosial. Perubahan fisik kan politis karena mudah dilihat dan mudah diberitakan, tapi perubahan yang nonfisik kan tidak," ujar Derajad.
Pemerintah juga disarankan melakukan cek secara berkala terhadap warga yang direlokasi untuk memastikan tak ada lagi kegiatan ekonomi 'gelap'. Selain itu dia pun mengusulkan agar ada semacam peraturan gubernur yang menjamin nasib warga yang direlokasi.
"Perubahan sosial yang terjadi kan akibat kebijakan pemerintah, perubahan dari apa menjadi apa. Soal tanah, misalnya untuk membangun LRT/MRT kan pakai lahan masyarakat, apakah dapat insentif, konsep ganti untung secara sosial. Kalau ketemunya ganti rugi ya masalah baru. Ini efek dari pembangunan kemudian. Jadi dengan adanya, katakanlah, 'Pergub Transisi Sosial', warga yang direlokasi terlindungi, bahwa mereka tidak menjadi terlantar ini kan efek politik, ada unsur pembangunan. Jangan sampai ini hanya efek politik kemudian mereka pindah gitu saja, misalnya ada insentif pencarian tenaga kerja," papar Derajad. (bag/tor)











































