"Itu kewenangan BPK, silakan ditanyakan ke BPK," kata Eko saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5/2017).
Eko menilai besaran duit yang diduga suap ke auditor BPK yakni Rp 240 juta tidak bisa mempengaruhi audit laporan keuangan sehingga mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
"Saya enggak melihat dengan uang segitu bisa mmpengaruhi WTP. Karena WTP itu prosesnya panjang, dilakukan oleh banyak orang dan dilakukan tim melalui prosedur-prosedur ketat. Jadi saya tidak melihat," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi ya lagi-lagi, karena sudah menjadi polemik, saya serahkan kepada BPK saja. Saya welcome, mau diaudit lagi atau mau pakai yang ada," katanya.
Eko juga mengaku belum berkomunikasi dengan Irjen Kemendesa Sugito pasca operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK tersebut. Alasannya, dia tak mau mengintervensi proses hukum.
"Belum (bertemu). Saya tidak mau mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Jadi hormati proses hukum yang berjalan. Kita ikuti saja," katanya.
Dalam kasus suap WTP, KPK menetapkan 4 orang tersangka yakni Rochmadi Saptogiri (auditor utama BPK) Ali Sadli (auditor BPK), Jarot Budi Prabowo (pejabat Eselon III Kemendes PDTT) dan Sugito (Irjen Kemendes PDTT).
Suap diberikan terkait pemberian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) BPK terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT. KPK menyebut commitment fee dalam kasus ini adalah Rp 240 juta, dengan Rp 200 juta sebelumnya diberikan pada awal Mei lalu.
Dari OTT yang dilakukan KPK hari Jumat (26/5), diperoleh barang bukti uang sejumlah Rp 40 juta dari ruangan Ali Sadli, serta uang USD 3000 dan Rp 1,145 miliar yang diamankan dari ruangan Rochmadi. Hingga kini KPK masih menyelidiki keterkaitan uang di ruangan Rochmadi dengan kasus ini. (jor/fdn)











































