DPRD DKI Sepakat Pakai UU Pilkada untuk Pemberhentian Ahok

DPRD DKI Sepakat Pakai UU Pilkada untuk Pemberhentian Ahok

Bisma Alief Laksana - detikNews
Selasa, 30 Mei 2017 13:43 WIB
Ruang rapat paripurna DPRD DKI / Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta - Badan musyawarah (bamus) DPRD DKI menjadwalkan rapat paripurna istimewa sebagai tindaklanjut surat pengunduran diri Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI akan diadakan Rabu (31/5). Selain menentukan jadwal rapat paripurna istimewa, DPRD DKI juga memutuskan undang-undang yang digunakan untuk memberhentikan Ahok.

Awalnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi yang membacakan paparan soal rapat paripurna istimewa menggunakan Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah untuk memberhentikan Ahok. Politisi PDIP tersebut memaparkan bagaimana proses pemberhentian seorang kepala daerah bila menggundurkan diri dari jabatannya.

"Berdasarkan ketentuan Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah beberapa kali, terakhir Undang-undang No 9 tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. A, Pasal 78 ayat 1 huruf b, ditegaskan bahwa kepala daerah dan atau wakil kepala daerah berhenti atas dasar karena permintaan sendiri," ucap Prasetio.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"B, pasal 79 ayat 1, ditegaskan pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 79 ayat 1 huruf a dan b serta ayat 2 huruf a dan b, diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan kepada presiden," imbuhnya.

Saat meminta persetujuan pimpinan DPRD dan para ketua fraksi DPRD serta eksekutif, Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik, mengeluarkan aspirasinya. Menurut Taufik, untuk pemberhentian Ahok lebih baik menggunakan Undang-undang No 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

"Saya kira, dasarnya itu lebih baik pakai Undang-undang No 10 tahun 2016 pasal 173," ujar Taufik pada Prasetio.

Usai mendengar aspirasi dari Taufik, Prasetio lalu memaparkan isi dari undang-undang tersebut. Dalam ayat 1 Undang-undang No 10 tahun 2016 tentang Pilkada dijelaskan bahwa seorang kepala daerah bisa berhenti dari jabatannya karena 3 hal, yaitu meninggal dunia, permintaan sendiri dan diberhentikan.

"Ayat 2, DPRD Provinsi menyampaikan usulan pengesahan wakil gubernur menjadi gubernur sebagaimana dimaksud kepada presiden melalui menteri untuk disahkan sebagai gubernur," ucap Prasetio.

"Ayat 3, dalam hal DPRD tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dalam waktu 10 hari kerja terhitung sejak gubernur berhenti, presiden berdasarkan usulan menteri mengesahkan wakil gubernur sebagai gubernur berdasarkan surat kematian, surat penguduran diri atau surat pemberhentian," sambungnya.

Usai memaparkan aturan dalam UU No 10 tahun 2016 tentang Pilkada, Prasetio pun menanyakan apakah para pimpinan fraksi DPRD DKI dan eksekutif setuju menggunakan UU tersebut untuk memberhentukan Ahok. Mereka pun satu suara untuk menyetujui usulan tersebut.

"Jadi sepakat ya pakai Undang-undang No 10 tahun 2016?" tanya Prasetio.

"Setuju," jawab para anggota rapat bamus (bis/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads