"Kenapa harus takut? Apabila teguran dilakukan dengan benar, sesuai dengan etika pendidikan," ujar Agustinus dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (29/5/2017).
Dalam pandangan Agustinus, menjadi tanda tanya besar bila guru dikriminalisasi oleh UU Perlindungan Anak. Adanya perbedaan penafsiran oleh penegak hukum justru telah menyimpang dari tujuan UU Perlindungan Anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agustinus sendiri mengkritik cara pandang aparat penegak hukum terhadap UU Perlindungan Anak tersebut. Di satu sisi, dia juga menganggap para guru tidak perlu takut sampai mengajukan uji materi ke MK.
"Bahwa guru-guru harusnya mengubah pendekatan dalam proses pendidikan adalah merupakan tuntutan perubahan zaman," ucap pengajar Universitas Parahayangan, Bandung, ini.
Diberitakan sebelumnya, dua guru, Dasrul dan Hanna, mengajukan uji materi ke MK, yakni Pasal 9 ayat 1a UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal yang mengkriminalkan guru itu berbunyi:
Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan/atau pihak lain.
Pemohon meminta UU Perlindungan Anak diberi tafsir yang jelas, tidak multitafsir, sehingga tidak menjadi pasal karet.
"Tidak mencakup tindakan guru dan tenaga kependidikan yang sungguh-sungguh memberikan sanksi dan atau hukuman yang bersifat mendidik untuk tujuan pembinaan atau tindakan mendisiplinkan peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundangan," ujar kuasa hukum Dasrul-Hanna, M Asrun, dalam permohonannya. (edo/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini