Kulit Buaya Merauke, dari Harga Puluhan Ribu hingga Puluhan Juta

Tapal Batas

Kulit Buaya Merauke, dari Harga Puluhan Ribu hingga Puluhan Juta

Danu Damarjati - detikNews
Sabtu, 27 Mei 2017 20:22 WIB
Tas golf dari kulit buaya. (Danu Damarjati/detikcom)
Merauke - Melihat-lihat Kota Merauke, terlihat sejumlah galeri dan bengkel kerajinan kulit buaya. Ternyata kawasan terdepan Indonesia di timur ini memang punya kekhasan produk kerajinan kulit buaya.

Selain berperan dalam perputaran uang, kerajinan kulit buaya juga menyerap tenaga kerja di Merauke. Mulai dari penjual kulit, penyamak, hingga para pengrajin, mereka menggantungkan hidupnya dari kulit hewan yang sudah ada sejak zaman dinosaurus ini.

Kriswanto dari Daniel Kulit.Kriswanto dari Daniel Kulit. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Kamis (11/5/2017), detikcom sampai di Daniel Kulit Colection, letaknya di Jalan Raya Mandala, Gang Gereja, Kelurahan Bambu Pemali, Merauke. Delapan orang yang sedang bekerja, masing-masing punya peranan sendiri, ada yang memotong bahan, membentuk kulit, hingga mengecat di lantai dua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Galeri kerajinan memampangkan berbagai bentuk produk, yakni gantungan kunci, dompet, sabuk, tas perempuan, tas ransel, tas troli, hingga tas golf. Harganya beragam.

Produk-produk tas Daniel Kulit.Produk-produk tas Daniel Kulit. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Gantungan kunci dijual 35 ribu. Dompet dijual dengan harga bervariasi tergantung persentase kulit buaya dan modelnya, ada yang Rp 100-an ribu, Rp 400 ribu, sampai Rp 900 ribu. Tas troli dijual Rp 4.200.000,00.

"Yang paling mahal, tas golf itu Rp 24 juta. Itu satu kulit buaya jadi satu tas, dikombinasi dengan kulit sapi," kata kepala operasional Daniel Kulit, Kriswanto Elia, sambil menunjuk tas golf setinggi semeteran, warna cokelat mengilap dengan tekstur bergelombang khas buaya.

Ada pula sepatu dan jaket yang pembuatannya dikirim dalam bentuk bahan ke Surabaya Jawa Timur, baru dikirim kembali ke Merauke dalam bentuk barang jadi untuk dijual. Produknya dijual juga di Jayapura, Sorong, dan Biak. Namun pembeli bisa datang dari mana saja karena saat ini adalah era internet.

Kami berjalan lagi ke lokasi lain, sampai di Jalan Timor, Kelurahan Karang Indah. Di situ ada beberapa galeri yakni Mas Boy Kulit, Matahari Buaya, Charisma Kulit, Fatih Buaya, dan Ajay Kulit. Kami masuk ke galeri yang terakhir.

Koper dari Daniel Kulit.Koper dari Daniel Kulit. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Di Ajay Kulit, hasil kerajinan kulit buaya terpampang menyambut tamu. Dari yang paling murah sampai yang paling mahal ada di sini. Gantungan kunci Rp 25 ribu, dompet STNK Rp 150 ribu, dompet duit dari harga Rp 220 ribu, Rp 270 ribu, Rp 350 ribu, Rp 400 ribu, sampai Rp 1 juta. Tas-tas perempuan di dalam lemari kaca dijual dengan harga bervariasi, paling mahal Rp 3,5 juta. Tas pria dijual mulai kisaran Rp 1 juta sampai Rp 2 juta.

"Kami jujur soal bahan, ini ada yang berasal dari kombinasi dan kulit buaya. Untuk harga produk yang berasal dari kulit buaya murni, harganya dua kali lipat," kata Apriliani, adik Nuriyanti, pemilik usaha Ajay Kulit.

Salah seorang karyawan Daniel Kulit.Salah seorang karyawan Daniel Kulit. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Apriliani menjelaskan bisnis keluarga ini sudah berjalan sejak tahun 2000. Kini Ajay Kulit mempekerjakan enam orang, meliputi empat pengrajin dan satu orang yang ditugasi mengecat produksi kulit.

Salah seorang pengrajin, Aris (20), terlihat sibuk memotong lurus bahan kulit di depannya. Alatnya adalah pisau dan penggaris besi.

"Kalau kulit buaya nat-nya lebih tebal dari sapi, kita harus teliti saja supaya tidak melenceng saat memotong," kata dia sambil memotong bahan kulit berwana cokelat dan terdapat tonjolan-tonjolan. Kulit buaya memang punya lekuk, motif, dan tekstur yang khas.

Produk-produk di Ajay Kulit.Produk-produk di Ajay Kulit. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Di tempat lain di Merauke, ada Mas Kulit. Nama ini tergolong besar di Merauke, dan banyak pengusaha kerajinan kulit buaya saat ini mengawali keterampilannya saat bekerja di Mas Kulit. Alamatnya ada di Jalan Irian Seringgu Buti, Kelurahan Samkai.

"Mas Kulit ini didirikan oleh ayah saya, Pak Agus Subagyo, tahun 1995. Sekarang saya dan adik saya yang meneruskan," kata Bagus Prasetyo, pemilik Mas Kulit.

Aris, pegawai Ajay Kulit.Aris, pegawai Ajay Kulit. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Di sini, produk paling murah yakni gantungan kunci dijual Rp 25 ribu. Sepatu perempuan Rp 1.800.000,00. Paling mahal, ada tas golf Rp 33,5 juta.

Produknya dijual di berbagai tempat pula, di antaranya hotel, Bandara Mopah Merauke, hingga Bandara Sentani Jayapura.

Persaingan dan Keuntungan

Memang perusahaan pengrajin kulit buaya sudah banyak. Para pelaku usaha menyikapinya dengan berbagai cara. "Persaingan di sini ketat, tinggal harganya saja," kata Apriliani dari depan meja kaca di galeri Ajay Kulit.

Lain dengan Ajay Kulit, Mas Kulit menyikapi persaingan itu dengan pembuktian kualitas kerajinan. Bila kualitas sudah terjamin dan terus terjaga, maka nama besar tak akan mengkerut.

"Persaingan ketat, cuma kita jaga kualitas saja, karena kita sudah punya nama," kata Bagus Prasetyo.

Sepatu kulit buaya dari Mas Kulit.Sepatu kulit buaya dari Mas Kulit. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Kriswanto dari Daniel Kulit mengakui hal serupa. Untuk mengatasi persaingan usaha yang "lumayan sengit" kata dia, maka semua harus pintar-pintar memberikan pelayanan dan produk yang berkualitas.

Daniel Kulit mengambil keuntungan cukup tinggi dari produk yang dijual. Soalnya, keuntungan itu memang diperlukan untuk menutupi hari-hari sepi tanpa pembeli, padahal usaha harus terus berjalan. Lagipula, ongkos produksi kulit buaya ini juga tak murah.

"Keuntungan paling 80 persen, karena biaya produksinya besar, dan karena tidak setiap orang yang berkunjung ke sini membeli produk ini," kata Kriswanto.

Pendiri Mas Kulit, Agus Subagyo (alm).Pendiri Mas Kulit, Agus Subagyo (alm). Foto: Danu Damarjati/detikcom

Keuntungan bersih per bulan antara Rp 15 juta sampai Rp 30 juta per bulan. Kendala yang dirasakannya dalam menjalankan usaha ini adalah pengurusan izin yang tidak satu pintu, sampai-sampai Kriswanto tidak bisa terlalu jelas membedakan mana yang pungutan resmi mana yang tidak resmi.

"Contohnya mengurus izin surat jalan pengiriman, itu tidak satu pintu," kata dia.

Ajay Kulit yang punya strategi harga untuk mengatasi persaingan bisnis yang cukup ketat, punya keuntungan 50 persen. "Tapi kadang pembeli nawar," kata Apriliani.

Dia ingin agar pihak Pemerintah Kabupaten Merauke lebih mempublikasikan kekhasan kerajinan kulit buaya ini. Dengan begitu, orang di luar Merauke bisa lebih tertarik dengan kulit buaya yang dijamin orisinal.

"Supaya lebih pada tahu orang dari luar sana. Kadang orang dari luar kota kaget dan dikiranya imitasi," kata dia.

Toko-toko yang menjual kerajinan kulit buaya di Merauke.Toko-toko yang menjual kerajinan kulit buaya di Merauke. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Bagus Prasetyo dari Mas Kulit mengaku keuntungan yang didapatnya sebesar 60 persen dari biaya produksi. Omzet per bulannya bisa mencapai Rp 100 juta, keuntungan bersih sekitar Rp 30 juta.

"Cuma kalangan pengusaha kan pasang surut," kata Pras, sapaan pria asal Surabaya yang sudah lama tinggal di Merauke ini.

Dia sering diikutkan pameran-pameran oleh perusahaan BUMN ke berbagai daerah di Indonesia. Lewat pameran-pameran seperti itu, produknya bisa lebih dikenal.

Simak terus cerita tentang daerah terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com! (dnu/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads