Ketua KPK: Kemendes Ingin Naik dari WDP ke WTP, Tolong Dibantu

ADVERTISEMENT

Ketua KPK: Kemendes Ingin Naik dari WDP ke WTP, Tolong Dibantu

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Sabtu, 27 Mei 2017 19:01 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Ketua KPK Agus Rahardjo membongkar sedikit tentang latar belakang suap terkait opini wajar tanpa pengecualian (WTP) laporan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun anggaran 2016. Suap itu disebut lantaran Kemendes PDTT ingin opini laporan keuangan di tahun anggaran sebelumnya naik level.

"Ada pembicaraan awal kejadiannya adalah minta agar pengin naik dari WDP (wajar dengan pengecualian) jadi WTP, tolong dibantu, nanti ada sesuatu," kata Agus di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).



Ketika ditanya tentang siapa yang menginisiasi hal itu, Agus hanya mengatakan bila pertemuan awal itu terjadi antara pejabat eselon I Kemendes dengan auditor BPK. "Pertemuan terjadi antara eselon 1 Kemendes dan auditor BPK," kata Agus.

Apabila ditelusuri, dalam LKKL (Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga) tahun 2015 Kemendes PDTT mendapatkan opini WDP. Dalam laporan tahunan BPK tahun 2015, keterangan soal WDP itu dicantumkan terhadap Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

Sementara itu, Kabiro Humas BPK Yudi Ramdan Budiman memastikan bila pada tahun 2016, Kemendes PDTT mendapatkan opini WTP. "LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) kemarin kalau yang LKKL dapat WTP. Ya, ya (termasuk Kemendes)," ucap Yudi ketika dikonfirmasi, Sabtu (27/5).

Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka yaitu Irjen Kemendes Sugito, pejabat eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo, pejabat eselon I BPK Rochmadi Saptogiri, dan auditor BPK Ali Sadli.

Sugito dan Jarot disangka memberikan uang kepada Rochmadi dan Ali agar Kemendes memperoleh opini WTP terhadap laporan keuangan Kemendes tahun anggaran 2016. Uang senilai Rp 40 juta pun disita KPK yang merupakan sisa dari komitmen fee sebesar Rp 240 juta.

Sugito dan Jarot disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Rochmadi dan Ali disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(dhn/fdn)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT