Selain menjadi tempat ibadah, Masjid Menara Kudus menjadi simbol pengalaman ratusan tahun mengelola keberagaman etnis dan agama masyarakat Kudus.
"Menara Masjid Kudus yang merupakan menara Masjid tertua di Jawa juga berbentuk candi sebagai bentuk asimilasi budaya di masa lalu. Bahkan di depan Masjid Kudus, terdapat Klenteng tempat ibadah kawan-kawan yang beragama Budha. Semuanya berbaur dengan rukun selama ratusan tahun," kata Bupati Kudus Musthofa saat berbincang, Jumat (24/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sementara menara masjid memiliki bentuk menyerupai candi Jawa-Hindu dan terbuat dari bata merah yang dipasang tanpa perekat semen. Menara setinggi 18 meter itu dihiasi 32 piring keramik bergambar yang semuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta, dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang.
Sunan Kudus juga meninggalkan warisan berupa tradisi mengonsumsi daging kerbau. Bagi sebagian besar warga Kudus, memotong sapi adalah hal yang dianggap melanggar tradisi. Menurut Bupati Musthofa, kebiasaan masyarakat Kudus yang lebih memilih mengonsumsi daging kerbau ketimbang sapi lantaran patuh pada anjuran Sunan Kudus agar menghormati masyarakat Hindu.
Musthofa mengaitkan keberagaman di Kudus dengan keyakinannya bahwa masyarakat Jawa Tengah (Jateng) tidak akan dilanda perpecahan akibat isu SARA, terutama ketika masa Pilkada 2018 mendatang. Sebab toleransi di masyarakat sudah sedemikian kuat.
"Jangan samakan Jateng dengan Jakarta, yang rakyatnya terbelah gara-gara isu SARA terbawa dalam Pilkada. Saya yakin Pilgub Jateng mendatang akan lebih damai, guyub rukun dan rakyat yang juara. Kearifan lokal yang ada di Jateng menjadi benteng menyikapi perbedaan kecil saat Pilgub 2018 mendatang," ulas pria yang disorongkan DPC PDIP Kudus jadi kandidat cagub Jawa Tengah ini. (tor/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini