"Ramadan dapat menjadi energi untuk merekatkan sendi kehidupan keluarga, memperkuat pola interaksi anak dan orang tua, salah satunya melalui sahur bersama. Mari kita cegah kenakalan dan perlakuan salah terhadap anak. Kuatkan ketahanan keluarga, kuatkan komunikasi orang tua dan anak melalui sahur bersama, 'diplomasi meja makan' dan beberapa kegiatan keagamaan selama Ramadan," ucap Ni'am kepada wartawan, Jumat (26/5/2017).
Dia mengatakan orang tua sangat berperan dala mengajarkan puasa Ramadan ke anak-anak. Dia berharap selama puasa Ramadan baik orang tua maupun tokoh agama memberikan bimbingan ajaran agama dengan baik ke anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ni'am mengingatkan anak-anak perlu diajarkan untuk kegiatan positif. Sehingga tidak ada lagi permainan yang berbahaya seperti petasan, game tanpa kenal waktu, narkoba hingga tawuran atau kegiatan yang berekses negatif seperti sahur on the road.
"Harus dikoordinasikan dan dilaksanakan secara baik agar tidak mengganggu dan mengundang kerawanan sosial seperti tawuran. Aparat keamanan perlu ambil langkah pembinaan dan pencegahan," urainya.
Dia mengajak agar orang tua mengajarkan empati dan mengasah kepedulian sosial ke anak. Diharapkan anak-anak bisa peka terhadap kondisi di lingkungannya.
"Saatnya etos Ramadan diarahkan untuk mendorong perhatian dan perlindungan terhadap anak-anak terlantar dan anak-anak penyandang masalah sosial. Puasa juga jadi sarana melatih anak-anak untuk peka terhadap masalah sosial di sekitarnya, mendorong anak-anak menjadi problem solver, bukan problem maker," jelas Ni'am.
Ni'am menambahkan berdasarkan data KPAI 2016 kasus anak berbasis keluarga dan pengasuhan alternatif meningkat dan mencapai 857 kasus. Sementara itu pada 2017, data yang masuk sudah mencapai 143 kasus dengan mayoritas kasus rebutan hak asuh orang tua.
"Minimnya kontrol dan komunikasi orang tua dengan anak berkontibusi terhadap kasus penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak," ujar dia.
Ni'am juga mengingatkan anak-anak wajib dilindungi dari doktrin dan ajaran agama yang menyimpang. Apalagi dari data KPAI tahun 2016, kasus pelanggaran hak anak bidang agama dan budaya meningkat sebanyak 45 persen dibanding tahun sebelumnya yaitu 262 kasus.
"Di antara kasus yang dialami adalah kasus doktrinasi ajaran menyimpang, pengasuhan beda agama, kekerasan, diskriminasi dan ujaran kebencian berbasis agama dan keyakinan, hingga kasus terorisme yang melibatkan anak," urainya.
"Ramadan harus menjadi etos penggerak kesadaran publik akan pentingnya perlindungan anak, menjamin pemenuhan hak agama dan ajaran agama secara baik dan benar, menjamin pemenuhan hak kesehatan, hak pendidikan, hak sosial dan perlindungan khusus dari eksploitasi dan kekerasan," tegas Ni'am. (ams/nwk)











































