Tajudin menggugat Pasal 2 ayat 1 UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pasal 76I UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Menurut kuasa hukum Tajudin, Abdul Hamim Jauzie, pasal tersebut tidak mengakomodasi kebiasaan di beberapa daerah.
Mempekerjakan anak menjual cobek sudah lumrah di kampung halaman Tajudin, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hamim menambahkan seharusnya negara juga memperhatikan kondisi anak-anak yang ikut bekerja. Dalam kasus Tajudin, anak yang bekerja menjual cobek tidak lagi bersekolah. Mereka menjual cobek bersama Tajudin karena ingin membantu orang tua.
"Sulit meyakinkan anak-anak itu untuk melanjutkan sekolah. Faktanya, setelah anak-anak kembali ke daerahnya, mereka kembali jual cobek," ucap Hamim.
Dia menambahkan polisi juga seharusnya jeli dalam menangani kasus eksploitasi anak. Menurutnya, polisi harus melihat latar belakang sosial seseorang sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
"Pasal ini tak perlu diubah kalau polisi mau selektif melihat kondisi sosial di sana. Memang ada penyidik yang datang ke kampung Tajudin, tapi itu setelah ditetapkan sebagai tersangka," tutur Hamim.
Rencananya, siang ini Tajudin dan kuasa hukumnya akan mendatangi MK untuk mengajukan gugatan. Saat ini Tajudin masih dalam perjalanan menuju kantor LBH Keadilan di Pamulang, Tangerang Selatan.
Sebagaimana diketahui, Tajudin menghuni penjara sejak 20 April 2016 malam karena dituduh mempekerjakan dua anak, yakni Dendi dan Cepi. Pada 12 Januari 2017, PN Tangerang memutus melepaskan Tajudin dari segala tuntutan hukum dan baru pada 14 Januari 2017 Tajudin keluar dari Rutan Tangerang. (abw/asp)