Hilangnya nyawa saat menjalankan tugas memang risiko terbesar menjadi aparat penegak hukum. Namun hal tersebut sepertinya bukan hal membuat Bripda Imam Gilang Adinata gentar.
Bripda Imam Gilang Adinata adalah korban meninggal dalam peristiwa bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Dia gugur ketika bertugas mengamankan jalannya pawai obor yang melewati Terminal Kampung Melayu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak kecil Gilang memang ingin jadi polisi. Pernah sebelumnya mendaftar TNI AD, TNI AU, tapi enggak diterima. Dia enggak menyerah. Akhirnya dia diterima di kepolisian," kata Heri.
Setelah lolos menjadi anggota kepolisian, kata Heri, tidak ada perubahan dengan sahabatnya sejak kecil itu. Gilang tetaplah orang yang ramah dan sederhana.
"Kalau pulang ke sini ya selalu nyari saya. Seringnya ngajak jajan ke susu segar, dia yang nraktir. Terakhir, lima hari yang lalu ke sini, ikut nonton wayang sebentar," ujarnya.
Dalam beberapa pertemuan mereka, Gilang sempat menceritakan tugas-tugasnya selama bertugas di Jakarta. "Pernah tugas dalam pengamanan kasus Ahok. Pernah juga tugas saat ada bom Thamrin. Dia cerita jadi polisi itu ngeri, capai," ungkapnya.
Bripda Imam Gilang Adinata meninggal dalam usia 25 tahun. Ia meninggalkan ayah Sri Sarjono, ibu Ening Wiyati dan seorang adik perempuan Atika Nur Ismalia. Jenazah akan dimakamkan di pemakaman Gedong, Srago Gede, Mojayan, Klaten Tengah, sekitar 50 meter dari rumah duka.
(mbr/try)











































