Sebagaimana data yang dirangkum dari website Mahkamah Agung (MA), Senin (22/5/2017), sebelum menjadi Wali Kota Medan, Rahudman menjadi Sekda Tapanuli Selatan sejak 2001. Pada 2004, ia mengajukan pencairan dana tunjangan aparat desa ke kas Pemda.
Ternyata pencairan itu tidak semuanya sampai ke yang berhak, Rp 1,5 miliar di antaranya lari entah ke mana.
![]() |
Atas hal itu, jaksa lalu menyelidikinya dan mendudukkan Rahudman di kursi pesakitan. Pada 15 Agustus 2013, Pengadilan Tipikor Medan membebaskan Rahudman. Jaksa lalu mengajukan kasasi dan dikabulkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas hukuman itu, Harudman mengajukan PK dan dikabulkan pada 16 Mei 2016.
"Menyatakan terpidana terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada Terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka kepada Terpidana dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan selama 6 bulan," kata ketua majelis hakim agung Syarifuddin dengan anggota Syamsul Rakan Chaniago dan Andi Samsan Nganro.
Selain itu, Harudman juga tetap dikenakan uang pengganti Rp 480 juta. Bila tidak mau membayar maka hartanya dirampas.
"Apabila hartanya tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama 1 tahun," ujar Syarifuddin yang juga Wakil Ketua MA itu.
Setelah kasus APBD Tapanuli Selatan, Rahudman kembali diadili di proses allih fungsi lahan PT KAI saat Rahudman menjadi Wali Kota Medan. Lagi-lagi, Rahudman menang di tingkat pertama.
Tapi di kasasi, Rahudman tak berkutik. Hakim agung Salman Luthan dkk menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Rahudman.
Adapun pengusaha Handoko Lie, dihukum 10 tahun penjara di kasus alih fungsi lahan PT KAI itu. Selain itu, Handoko Lie juga dibebani mengembalikan uang pengganti Rp 185 miliar lebih. Kini, di atas lahan itu berdiri pusat perbelanjaan, hotel dan rumah sakit. (asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini