"Sampai sore ini penyidik belum memperoleh konfirmasi terkait ketidakhadiran saksi," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (19/5/2017).
Terkait rencana pemeriksaan Mulyati KPK belum mau mengungkap. Namun fokusnya kepada keterkaitan dengan obligor BLBI yang menjadi sorotan saat ini, Sjamsul Nursalim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun soal penyelidikan aset Sjamsul yang disebut berada pada PT Gajah Tunggal Tbk, Febri mengatakan KPK masih melakukan pemetaan.
"Kami sedang melakukan pemetaan untuk aset-aset yang ada terkait kasus ini," terangnya.
Sementara satu saksi lainnya berlatar mantan pejabat BPPN, Jusak Kazan hadir memenuhi panggilan. Ia diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Deputi Bidang di BPPN. Pemeriksaan Jusak disebut untuk mendalami proses penerbitan keputusan KKSK pada bulan Februari 2004. Terutama didalami terkait kewajiban obligor.
"Kita mulai masuk pada proses dan hasil kebijakan KKSK yang diambil pada Februari 2004 karena di sana diduga sudah tidak dicantumkan lagi angka Rp 3,7 triliun yang saat ini kami pandang sebagai kerugian negara. Tentu kita telusuri lebih lanjut alur prosesnya seperti apa dan siapa saja pihak-pihak yang berkontribusi dalam hal ini," tutur Febri.
KPK juga berencana memeriksa pejabat setingkat menteri menteri saat itu. Level deputi juga tak luput dari incaran, untuk mengetahui bagaimana proses kebijakan KKSK, BBPN, dan bagaimana level teknisnya.
Kasus korupsi terjadi pada April 2004 saat Ketua BPPN Syafruddin Temenggung mengeluarkan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Padahal masih ada kewajiban yang harus dipenuhi Sjamsul kepada negara.
Dikeluarkannya SKL mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat presiden. KPK menyebut perbuatan Syafruddin menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun. (nif/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini