Awal Kebangkitan Nasional dari Kesadaran Pendidikan Budi Utomo

Awal Kebangkitan Nasional dari Kesadaran Pendidikan Budi Utomo

Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Jumat, 19 Mei 2017 17:42 WIB
Lambang Budi Utomo di Museum Kebangkitan Nasional. Foto: Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom
Jakarta - Kebangkitan Nasional tak bisa dipisahkan dari kiprah organisasi Budi Utomo (Boedi Oetomo) dalam mengkampanyekan nasionalisme. Organisasi tersebut berdiri pada 20 Mei 1908 oleh para pemuda yang bersekolah di STOVIA.

Seorang berkebangsaan Belanda, Mr Conrad Theodor van Deventer, menyebut lahirnya Budi Utomo sebagai 'bangunnya putri jelita'. Van Deventer bekerja di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) sebagai pegawai pengadilan yang kemudian menjadi jaksa.

"Keajaiban telah terjadi, putri jelita yang tidur itu telah bangkit," tulis Van Deventer dalam majalah De Gids pada era itu seperti dikutip detikcom dari buku 'Boedi Oetomo: Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa' tulisan Gamal Komandoko, 2008.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Van Deventer merupakan pencetus politik etis yang mulanya menuai kontroversi di pemerintahan Belanda. Tetapi dia akhirnya mendapat restu dari Ratu Belanda saat itu.

Gagasan politik etis dari Van Deventer yakni perluasan pendidikan bagi masyarakat Jawa. Menurutnya pendidikan sangat penting bagi masyarakat.

Rupanya tak salah ketika Van Deventer menyebut lahirnya Budi Utomo sebagai tanda 'putri jelita' telah bangun. Misi dari organisasi itu sejalan dengan pemikiran Van Deventer yakni perluasan pendidikan.
Foto para pendiri Budi Utomo.Foto para pendiri Budi Utomo di Museum Kebangkitan Nasional. Foto: Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom

Dalam Komandoko (2008) ada 9 pemuda yang mendirikan Budi Utomo. Mereka adalah Soetomo, Soelaeman, Goenawan Mangoenkoesoemo, Angka Prodjosoedirdjo, M Suwarno, Muhammad Saleh, Soeradji, dan Goembrek.

Sebuah ruang kelas yang dipakai untuk mempelajari anatomi tubuh manusia dijadikan tempat lahirnya Budi Utomo. Ruangan itu terletak dekat dengan kamar asrama sekolah tersebut.
Ruang kelas tempat berdirinya Budi Utomo masih tegak berdiri dan diisi rekonstruksi suasana saat itu.Ruang kelas tempat berdirinya Budi Utomo masih tegak berdiri dan diisi rekonstruksi suasana saat itu. Foto: Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom

Kelahiran Budi Utomo ini juga tak bisa lepas dari kampanye yang dilakukan oleh Wahidin Soedirohoesodo. Dia merupakan priyayi namun gencar mengkampanyekan untuk membantu biaya pendidikan bagi pemuda-pemuda pandai dari kalangan tidak mampu.

Saat mampir di kampus STOVIA, Wahidin memberi saran agar para pemuda di sana mendirikan organisasi. Tujuan dari organisasi tersebut adalah untuk memperluas akses pendidikan masyarakat.

Waktu itu Wahidin sudah berusia 50 tahun dan pensiun dari jabatan dokter pemerintahan. Wahidin kemudian bertemu dengan Soetomo yang berumur 19 tahun di STOVIA.

Setahun kemudian lahirlah organisasi Budi Utomo (Asvi Warman Adam, 2010). Soetomo kemudian yakin bahwa saran Wahidin setahun sebelumnya adalah benar.

Ide soal penggalangan dana pendidikan (studie fonds) itu kemudian terealisasi di tahun 1913. Dengan demikian apa yang dicitakan Wahidin terwujud.
Patung dr Wahidin Soedirohoesodo di Museum Kebangkitan Nasional.Patung dr Wahidin Soedirohoesodo di Museum Kebangkitan Nasional. Foto: Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom

Asal nama Budi Utomo didasari oleh kata-kata Soetomo kepada dr Wahidin. Waktu itu dr Wahidin berpamitan kepada Soetomo setelah memberi pemaparan tentang pentingnya membuat studie fonds.

"Puniko setunggaling padamelan sae sarta nelakaken budi utami!" kata Soetomo ke Wahidin pada waktu itu.

Arti kata-kata tersebut kurang lebih adalah, 'itu merupakan suatu perbuatan yang baik dan menunjukkan keluhuran budi!'. Maka jadilah sebuah organisasi pemuda yang bernama Budi Utama.

"Sebetulnya sebelumnya sudah ada Sarekat Dagang Islam (SDI), tapi organisasi ini fokusnya pada kepentingan ekonomi, fokusnya juga sangat terbatas ke isu kesejahteraan. Sementara ambisi Budi Utomo lebih luas, ambisinya agar masyarakat terpelajar," ujar sejarawan yang kini menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan Kemdikbud, Hilmar Farid saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu.
Halaman 2 dari 2
(bag/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads