Salah satu penyuap Brotoseno, pengacara korporasi Jawa Pos, Harris Arthur, dituntut 5 tahun penjara dan denda 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Perbuatannya dinilai terbukti secara sah melakukan korupsi bersama-sama.
"Menuntut Harris terbukti secara sah bersalah. Menjatuhkan pidana penjara 5 tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada di tahanan, segera ditahan. Denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan," kata anggota tim JPU Retno di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl Bungur Raya, Kamis (18/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa telah mengerahkan Saudara Lexi dengan mentransfer uang ke Lexi untuk menyuap penyidik ke Brotoseno. Terdakwa adalah penegak hukum yang tidak dapat memberikan contoh yang baik ke masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, penyuap lainnya, Lexi Mailowa, yang diminta Harris membantu menghubungkannya ke Brotoseno, juga dituntut 5 tahun penjara serta uang sebanyak Rp 1,1 miliar dirampas negara.
"Menyatakan Lexi terbukti bersalah diancam pidana Pasal 5 ayat 1a UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999. Menuntut Lexi dihukum 5 tahun penjara dikurangi selama masa tahanan, denda Rp 300 juta subsider 6,5 bulan kurungan. Serta Rp 1,1 miliar dirampas untuk negara," ujarnya.
Sementara itu, Kompol Dedy Setiawan Yunus dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Serta uang sebanyak Rp 150 juta dirampas negara.
"Menuntut Dedi 7 tahun penjara, denda Rp 300 juta, subsider 6 bulan, dan Rp 150 juta dirampas negara," ungkapnya.
Dedi didakwa jaksa karena turut serta dalam kasus suap AKBP Brotoseno. Ia didakwa menerima duit Rp 150 juta terkait dengan penanganan kasus dugaan korupsi cetak sawah.
"Terdakwa Dedy ikut serta menerima uang dari terdakwa Lexi Mailowa Budiman yang dikirimkan melalui transfer bank pada 29 Agustus 2016," ujar jaksa Agustinus di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (6/2).
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Lexi menyerahkan uang Rp 1,9 miliar kepada Brotoseno sebanyak dua kali melalui Dedy. Ia dijerat dengan 5 dakwaan, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (rvk/fjp)