Belajar dari Kasus Cak Budi, Kemensos Kebut Revisi UU Donasi

Belajar dari Kasus Cak Budi, Kemensos Kebut Revisi UU Donasi

Niken Purnamasari - detikNews
Kamis, 18 Mei 2017 14:28 WIB
Foto: Ari Saputra/detikcom
Jakarta - Kasus Cak Budi yang menggunakan uang donasi untuk kepentingan pribadi sempat heboh beberapa waktu lalu. Untuk mencegah kejadian serupa terulang, Kementerian Sosial saat ini tengah mengebut penyelesaian draf revisi UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang pengumpulan uang dan barang.

Nantinya, revisi undang-undang tersebut akan mengatur jangka waktu pengumpulan, hak dan kewajiban penyelenggara, hak donatur, sanksi, dan lembaga pengawas independen.

"Kami tidak ingin ada lagi kasus Cak Budi-Cak Budi lainnya. Revisi ini untuk menjaga hak dan kewajiban masyarakat atau donatur, juga penyelenggara pengumpulan uang dan barang," ujar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (18/5/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khofifah mengatakan revisi undang-undang tersebut telah masuk babak uji publik. Nantinya peraturan itu akan diharmonisasi dengan Kemenkum HAM.

"Kami berharap mendapatkan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," katanya.

Untuk menyempurnakan draf, Kemensos menggandeng tim non-government yang melibatkan Oxfam, YLKI, Forum Filantropi, dan lain sebagainya. Selain itu, pemerintah ikut terlibat melalui BNPB.

"Undang-undang ini belum mengantisipasi revolusi digital yang terjadi saat ini, termasuk efektivitas media sosial dalam menghimpun dana sosial dari masyarakat," imbuh Khofifah.

Peraturan yang ada saat ini, menurut Khofifah, masih banyak pasal yang tidak relevan dengan kondisi sekarang. Seperti kasus Cak Budi. Dalam peraturan disebut, individu tidak boleh mengumpulkan dana masyarakat.

Pengumpulan hanya diperbolehkan untuk organisasi dan perkumpulan sosial yang disesuaikan cakupan donatur yang ditargetkan. Namun, karena peraturan tersebut sudah lama, sanksi yang diberikan tergolong ringan, yakni diganjar pidana kurungan maksimal 3 bulan dan denda Rp 10.000.

"Masih banyak pasal yang sudah tidak relevan, terutama terkait hak donatur, peran serta masyarakat untuk mengawasi, sanksi pidana, dan lain-lain," tuturnya. (nkn/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads