Ditemui saat transit di Stasiun Manggarai, Aulia, yang naik dari Stasiun Bekasi, mengatakan lebih mengutamakan naik di gerbong wanita dibanding yang campur.
"Kalau kondisinya memungkinkan, ya masuk, kalau nggak sih mendingan ke gerbong campur. Soalnya, malas dengar ibu-ibu ngedumel. Dan lebih padet aja gitu karena numpuk depan pintu, nggak ada yang mau geser ke dalam," kata Aulia, Kamis (18/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Penumpukan penumpang di pintu gerbong jadi masalah tersendiri. Penumpang yang hendak keluar jadi kesulitan, sehingga terpaksa mengarahkan tenaga untuk mendorong yang menghalangi.
"Paling sering tuh misalkan lagi penuh, terus kita mau turun, tapi yang depan pintu tuh nggak mau ngalah buat minggir atau turun dulu. Alhasil, jadi maksa keluar sampai ngedorong yang depan pintu. Kalau nggak gitu, yang ada kebablasan," tuturnya.
Sebenarnya, kata Aulia, kondisi di gerbong wanita terasa 'ganas' hanya pada jam padat, pagi dan sore hari. Saat jam padat, tutur Aulia, para penumpang perempuan berdesakan, tak jarang saling memaki demi bangku kosong.
"Contohnya di (Stasiun) Buaran. Kan sudah penuh banget, tapi masih pada maksain masuk, dan dibantuin sama satpamnya sampai didorong ibu-ibunya biar masuk, sementara yang di dalam kereta sudah pada kesakitan kegencet. Akhirnya pada marah-marah, adu bacot sesama ibu-ibu. Ada yang suka bilang, 'Kalau nggak mau sempit, ya naik mobil pribadi sana.' Gitu," tutur Aulia.
Penumpang lain, seorang pegawai bank pelat merah, Afuni (27), lebih maklum dengan kondisi 'ganas' di gerbong wanita. Perempuan yang biasa naik KRL dari Stasiun Jatinegera ke Serpong ini menerima risiko berdesakan di kereta.
"Kan tarifnya murah, sudah begitu nempuh jaraknya cepet. Jadi, ya sudah," ujar Afuni yang juga ditemui di Stasiun Manggarai.
![]() |
Afuni mengaku tak pernah mengalami kejadian buruk selama menggunakan KRL. Namun dia mengakui ego para penumpang perempuan lebih tinggi.
"Kebanyakan egonya pada tinggi, jadi suka pada nggak mau ngalah. Kadang sampai nggak ngasih duduk sama orang tua, mungkin karena mereka juga capek kali ya, butuh duduk," ujarnya.
Seorang karyawan swasta bernama Elsa (29) punya pendapat 11-12 dengan Afuni. Dia memaklumi kepadatan di KRL karena memang transportasi publik yang satu ini menawarkan banyak kelebihan.
"Ya, biasalah desak-desakan. Habis mau gimana lagi. Dibanding jalur biasa, lebih macet, naik kereta kan aman. Di gerbong wanita kan wanita semua, walaupun desak-desakan," ucap Elsa.
(tor/tor)