"Gerbong khusus perempuan perlu dievaluasi," kata Komisioner Komnas Perempuan Indriyanti Suparno kepada detikcom, Kamis (18/5/2017).
Komnas Perempuan memandang penyediaan alat transportasi yang ramah untuk perempuan memang menjadi tugas pemerintah. Namun bukan berarti solusi Kereta Khusus Wanita (KKW) adalah harga mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gerbong khusus perempuan bukan solusi terbaik," kata Indri.
Gerbong berwarna pink itu ternyata tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan. Sikap toleransi antarperempuan malah sulit terbangun. Awalnya, gerbong itu diadakan sebagai langkah praktis menyelamatkan perempuan dari pelecehan seksual.
"Gerbong itu dalam perspektif perempuan adalah tindakan khusus afirmasi sementara, supaya tidak ada pelecehan," kata dia.
Baca juga: Perempuan, Mari Toleran di Gerbong Merah Jambu KRL
Kini sudah saatnya melangkah lebih maju lagi. Penyediaan gerbong tak hanya diperlukan sebatas berdasarkan jenis kelamin, namun perlu lebih spesifik seturut kebutuhan. Yakni kebutuhan penumpang perempuan hamil, penumpang penyandang disabilitas, hingga kaum lansia. Semua perlu mendapat gerbong khusus.
"Kalau tidak ada penataan seperti itu, sulit mereka untuk bertoleransi," kata Indri.
Baca juga: Sejarah Gerbong KRL Khusus Wanita di Indonesia dan Negara Lain
Indri memahami suasana agresivitas sesama perempuan muncul karena semua sama-sama butuh tempat dalam gerbong. Simpati dan toleransi yang bisa didapat di gerbong umum bercampur kaum pria justru sulit ditemukan di gerbong perempuan.
"Kasus ini, di saat perempuan memilih gerbong khusus yang dibayangkan dapat rasa aman dari sesama, justru sulit mendapatkan simpati dan toleransi, karena mereka merasa saya perempuan dan kamu juga perempuan yang sama-sama butuh tempat duduk," tuturnya.
(dnu/dnu)