"Saya ingin sampaikan bahwa kenapa perkembangan global kurang menguntungkan, ada banyak hal yang penting. Tahun ini AS lakukan serangan ke Suriah dampaknya ada tataran gerakan terorisme, ada perubahan dari konvergensi jadi divergensi," kata Wiranto di Kantor Kemenristek Dikti, Rabu (17/5/2017).
Bila dulu ISIS mengundang para petempur dari beberapa negara untuk beraksi di Timur Tengah, kini para petempur itu disebarkan kembali ke wilayah masing-masing. Mereka yang kembali itu sudah kena cuci otak ideologi kekerasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, yang mengkhawatirkan munculnya kekuatan ISIS di Asia Tenggara salah satunya di Filipina Selatan. Ia mengatakan di Filipina Selatan ada indikasi gerakan kekerasan radikal yang kuat.
"Yang dikhawatirkan lagi dibangunnya ISIS basis baru, membangun basis-basis di Asia Tenggara dan bisa mengembangkan basis eksistensi. Salah satu daerah yang disasar dan ideal adalah di perairan Sulu di Filipina Selatan, karena faktor geologisnya memungkinkan, tapi sebenarnya sudah ada satu gerakan islam yang radikal, tapi belum bisa dibasmi oleh negara bersangkutan," ujarnya.
Di Filipina bahkan ada kelompok Abu Sayyaf yang seringkali menyandera nelayan Malaysia dan Indonesia untuk meminta tebusan. Kegiatan penyanderaan itu dapat mendukung keuangan jaringannya.
"Kenapa Abu Sayyaf dianggap oleh ISIS sebagai personel yang dapat membantu membangun basis? Hidupnya mereka menyandera nelayan dari Indonesia dan Malaysia. Jadi sebenarnya itu ideologi untuk mempertahankan hidup yaitu menyandera," ujarnya. (yld/dnu)











































