Pelaksana tugas Kepala Balai Besar TNGGP Adison menyebut perburuan cacing sonari yang dilakukan Didin ilegal karena merusak zona inti kawasan taman nasional. Sebab perburuan cacing dilakukan dengan menebang pohon-pohon.
"Jadi untuk memudahkan perburuan cacing (sonari), mereka (pemburu) menebang pohon dan juga menggali tanah," ujar Adison di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSD) Jabar, Jalan Gedebage, Kota Bandung, Rabu (17/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kami harap Didin ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap pelaku lainnya. Karena kami yakin ini dilakukan secara sistematis dan berkelompok," jelas dia.
Adison menjelaskan aktivitas pengambilan cacing sonari ini sudah diketahui pengelola sejak Oktober 2016 silam. Karena itu polisi hutan (Polhut) bersama petugas beberapa kali melakukan patroli untuk mencari tahu siapa di balik perburuan cacing sonari.
Berdasarkan informasi masyarakat sekitar, perburuan ini sambung Adison dilakukan oleh sekelompok orang. Namun ketika tim melakukan pengecekan di lapangan tidak pernah memergoki kelompok pengambil cacing tersebut.
"Sampai 5 kali tim kami datang ke lokasi yang rusak akibat aktivitas cacing itu, tapi tidak pernah ketemu. Kami yakin ini kelompok dan menggunakan alat. Karena penebangan pohon dilakukan rapih, seperti menggunakan mesin," kata dia.
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan di lapangan, akhirnya mengarah kepada Didin yang menjadi pemburu merangkap penadah cacing sonari. Saat penangkapan Didin, ditemukan puluhan cacing sonari siap untuk dijual.
"Jadi tidak benar kami melakukan kriminalisasi. Karena kami sudah melakukan penyelidikan di lapangan selama 6 bulan. Barang buktinya juga ada," terang dia.
Didin ditangkap pada 23 Maret 2017. Dia dibawa sejumlah petugas Polhut TNGGP dari rumahnya di Kampung Rarahan, Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Pada 24 Maret, Didin dibawa ke Mapolres Cianjur sebagai tahanan titipan.
(fdn/fdn)