Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar TNGGP Adison menjelaskan, para pencari cacing ini biasanya berkelompok. Mereka bahkan tinggal di lokasi pencarian selama lebih kurang 1 minggu.
"Karena lokasi perburuan mereka ini berada di ketinggian 2.400-2.500 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Untuk mencapai ke lokasi tersebut mereka harus mendaki selama lebih kurang 8 jam, sedangkan bagi pemula mendaki ke lokasi itu bisa butuh waktu hingga 15 jam. Makanya mereka ketika sudah di lokasi itu bisa tinggal di sana sampai seminggu," kata Adison saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (13/5/2017) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibat perburuan ini, sudah lebih kurang 300 batang pohon yang mereka tebang di areal seluas 35 hektare. Dalam sekali 'trip; perburuan, bisa menjelajah lokasi seluas 2 hektare. Inilah kerusakan yang ditimbulkan akibat perburuan cacing tersebut.
"Mereka ini menebang sampai 300 pohon. Kenapa ditebang? Karena cacing yang mereka cari itu ada di pohon dan di bawah tanah. Yang di bawah tanah cacing kalung, yang di pohon itu cacing sonari. Nah, kerusakanya banyak sekali pohon yang ditebang. Mereka juga membangun tenda-tenda darurat untuk tempat istirahat dan mengumpulkan cacing hasil buruan," kata Adison.
![]() |
Terkait dengan cacing yang diburu itu, Adison mengatakan, setelah dikumpulkan dan dikeringkan, barang tersebut dikirim dijual. Harga per kilogramnya mencapai Rp 5 juta.
"Cacing kering itu per kilogramnya Rp 5 juta dan diekspor ke China dan Jepang. Barang ini juga bisa untuk bahan kecantikan dan obat. Cacing ini juga jadi sumber makanan utama dari hewan trenggiling," katanya. (jor/yld)