Didin mulai meringkuk di balik jeruji besi mulai 24 Maret 2017 lalu.
"Kita pernah melaporkan adanya kerusakan hutan seluas 35 hektar di kawasan Gunung Masigit, masih dalam kawasan TNGGP sekitar bulan lalu. Kerusakan itu akibat perburuan cacing kalung yang masif dan dilakukan oleh sekelompok orang yang teroganisir. Kita pernah laporkan itu ke pihak kementrian. Tapi tidak responnya sama sekali, tidak ditanggapi. Tapi terhadap warga yang hanya mengambil cacing Sonari langsung diciduk," kata Ketua YKI, Sabang Sirait kepada detikcom, Kamis (11/05/2017) siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kita menduga kasus Pak Didin hanya sekedar untuk mengalihkan isu adanya kasus kerusakan hutan tersebut yang terkesan ditutup-tutupi. Kenapa ditutupi, apakah ada oknum yang terlibat?" kata Sabang memertanyakan.
Sabang meminta pihak TNGGP Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lebih mengedepankan nurani dan sisi kemanusiaan dalam kasus Didin.
"Didin hanyalah warga setempat yang mencari cacing tidak seberapa," ucapnya.
Sebelumnya Kepala Seksi Perencanaan Perlindungan dan Pengawetan Balai Besar TNGGP Aden Mahyar sebelumnya menyebut penindakan yang dilakukan lebih kepada status kawasan yang dipersoalkan, bukan terkait aktivitas. Didin dianggap telah melanggar Pasal 78 ayat (5) dan atau ayat (12) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf e dan atau huruf m Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
"Kalau berdasarkan Undang-Undang, pasal-pasal yang kita kenakan, status kawasannya yang kita persoalkan. Pak Didin mengambil cacing sonari berada di dalam kawasan TNGGP. Menurut kawan-kawan yang melakukan penyidikan dan menangani ada barang bukti, kalau untuk kejelasan ikuti prosesnya saja," kata Aden kepada detikcom via telepon, Rabu (10/5/2017). (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini