Pantauan detikcom di depan Kantor DPRD NTT, Rabu (10/5/2017) aksi itu juga diikuti oleh Komunitas Peacemaker Kupang (Kompak), Sinode GMIT, MUI NTT, Majelis Agama Buddha Theravada, Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Mereka berorasi dan membawa sejumlah karangan bunga bertuliskan "Turut berduka cita akan matinya keadilan" dan "Gereja Masehi Injil di Timor berduka cita atas matinya keadilan di Indonesia".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerakan perempuan lintas agama di NTT aksi untuk Ahok. Foto: Petrus/detikcom |
Koordinator aksi, Pendeta Dr. Mery LY. Kolimon mengatakan, bangsa Indonesia bukan negara agama tetapi negara kesatuan. Negara tidak boleh tunduk pada paham-paham radikalisme.
Mery menjelaskan, sebagai warga negara harus menghormati proses hukum dan keputusan pengadilan di Indonesia. Namun, dia menilai
keputusan hakim bertentangan dengan fakta-fakta persidangan.
"Kami melihat keputusan hakim sangat kuat intimidasi oleh tekanan massa dan kepentingan politik kelompok tertentu," ujar Kolimon.
Kata Mery, dukungan mereka terhadap Ahok bukan karena agama dan etnis ataupun alasan identitas primordial lainnya. Menurut dia, Ahok wajib dibela karena Ahok tampil sebagai pemimpin yang visioner, jujur dan antikorupsi.
"Kepemimpinan Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta menjadi bukti komitmennya pada nilai-nilai good governance. Ahok telah memberikan teladan nilai dan standar pelayanan publik bagi seluruh Indonesia," ujarnya.
Dia juga mengimbau kepada penegak hukum khususnya pengadilan dan kejaksaan untuk selalu membela nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Peradilan tidak boleh tunduk pada intimidasi massa. (idh/idh)












































Gerakan perempuan lintas agama di NTT aksi untuk Ahok. Foto: Petrus/detikcom