"Terdakwa sebagai orang beragama, apalagi ingin menyebut simbol keagamaan di depan umum, seharusnya terdakwa berhati-hati dan harus menghindari penggunaan kata konotasi negatif yang bersifat merendahkan, melecehkan, atau menghina simbol keagamaan tertentu, baik itu agama lain maupun agama terdakwa sendiri. Karena hal itu bisa menimbulkan keresahan kalangan umat beragama, kecuali kajian ilmiah terbatas," ujar hakim membacakan pertimbangan hukum dalam sidang vonis Ahok di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa terbayang saat di Bangka Belitung, jangan-jangan ini karena pengaruh Al-Maidah. Karena waktu terdakwa ikut pemilihan Babel, ada ibu-ibu tidak mau memilih terdakwa karena Surat Al-Maidah sehingga membuat terdakwa mengucapkan Al-Maidah. Menurut pengadilan adalah alasan ini tidak dapat diterima karena itu hanyalah asumsi terdakwa yang tidak didukung bukti," sambung hakim.
Ahok, menurut hakim, tidak bertanya langsung tentang alasan diamnya ibu tersebut saat Ahok menyampaikan sambutan.
"Seharusnya terdakwa bisa menghindari penyebutan simbol keagamaan yang berkonotasi negatif karena sebenarnya hal itu tidak ada kaitan dengan program budidaya ikan," sebut hakim.
Ahok dinyatakan majelis hakim terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 156a KUHP, yakni secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama. (fdn/fjp)











































