Sebagaimana dihimpun detikcom, Jumat (5/5/2017), permohonan eutanasia diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh pada Rabu (3/5) lalu. Pendaftaran permohonan dilakukan oleh istrinya, Ratnawati. Saat itu dia datang bersama kuasa hukumnya, Yara, sementara Berlin tidak ikut.
Permohonan eutanasia atau mengakhiri hidup dengan suntik mati ini dipilih Berlin bukan tanpa alasan. Ia mengaku tidak tahan dengan penyakit yang sudah menahun dideritanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suami saya sebelumnya menderita penyakit asam urat. Sudah bawa ke rumah sakit dan pengobatan kampung tapi tidak sembuh," kata Ratnawati kepada wartawan.
Ia mengaku kini sudah tidak punya tempat tinggal.
Suami saya sebelumnya menderita penyakit asam urat. Sudah bawa ke rumah sakit dan pengobatan kampung tapi tidak sembuhRatnawati |
Sementara itu, pejabat humas PN Banda Aceh Eddy mengatakan pengadilan sudah menerima berkas permohonan yang diajukan keluarga Berlin. Namun, untuk memutuskan diterima atau tidaknya, itu nanti tergantung putusan hakim.
"Terhadap gugatan, apa pun bentuknya, pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan ke pengadilan. Masalah nanti bagaimana hasilnya diterima atau tidak, itu nanti urusan hakim," kata Eddy.
Menurutnya, di Indonesia tidak dikenal dengan istilah eutanasia atau suntik mati. Cara mengakhiri hidup seperti demikian hanya dikenal di Belanda.
"Di Indonesia tidak ada suntik mati. Yang ada di Indonesia hukuman mati, yang divonis oleh pengadilan," jelasnya.
"Hukum positif kita tidak mengenal suntik mati. Itu hanya ada di Belanda. Di sini belum pernah ada yang mengajukan eutanasia sebelumnya," ungkap Eddy. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini